Seorang Mukmin Harus Siap Patuh

by -1909 Views

picsart_11-18-06-56-23Seorang mukmin sejati tidak pernah ragu dengan Imannya. Bahwa Allah swt mengetahui isi hatinya. Maka ia tidak sedikit pun plin-plan mengambil keputusan. Apa pun risikonya kalipun taruhannya nyawa, ia tetap berkata “aku siap patuh”. Ia tahu bahwa mati di jalan Allah adalah kemuliaan dan kemenangan.

Tafsir Surat An-Nur Ayat 51-54
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: “Kami mendengar, dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (51)

Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan (52).

Dan mereka bersumpah dengan nama Allah sekuat-kuat sumpah, jika kamu suruh mereka berperang, pastilah mereka akan pergi. Katakanlah: “Janganlah kamu bersumpah (karena yang diminta ialah) ketaatan yang sudah dikenal. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.(53)

Katakanlah: “Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul.” Dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya,.dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang (54).”

Pada ayat sebelumnya, Allah swt menceritakan tentang sikap
orang-orang munafik yang selalu bermuka dua. Secara zahir mereka menampakkan diri seperti orang Islam, namun secara batin mereka tetap kafir. Dengan sikap ini mereka ingin mendapat keuntungan dari dua pihak: oleh orang kafir mereka tidak dimusuhi dan oleh orang Islam mereka ingin mendapatkan pembagian harta rampasan jika orang lslam menang perang

Pada hakikatnya mereka tetap memusuhi orang-orang Islam. karenanya mereka sering melangar janji dan membocorkan rahasia orangIslam kepada orang-orang kafir. Mereka seperti seekor binatang yang masuk melalui suatu lubang lalu keluar dari lubang yang lain. Binatang itu dikenal dengan yarbu’. Orang Arab berkata naafaqal yarbuu (telah berbuat nifaq binatang yarbu itu).

Mereka merasa aman dengan cara mendua seperti ini. Padahal, mereka terombang-ambing seperti perahu tanpa arah. Mereka tidak punya pendirian. Tapi anehnya, mereka tetap bertahan dalam kemunafikan Itulah akibat dari ketercekaman mereka dalam kubangan materialisme. Mereka lebih memilih hidup gelisah daripada stabil. Yang penting dunia mereka dapatkan.

Dalam surat Al Baqarah Allah mengumpamakan mereka seperti
berjalan dalam kegelapan. Meraba-raba sambil memburu cahaya. Begitu
terlihat cahaya kilat, mereka segera pindah sekalipun sangat singkat. Begitulah mereka sehari-hari memburu kelompok yang menguntungkan secara materi. Saat melihat umat Islam menang perang, mereka segera pindah ke pihak kaum Muslimin agar kebagian harta rampasan. Sebaliknya ketika melihat orang kafir menang. mereka segera bergabung dengan orang-orang musyrik dan mengakui bahwa mereka hanya memperolok-olok orang Islam.

Allah swt berfirman, “Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh
dan kilat: mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah meliputi orang-orang yang kafir. Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinan mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka. mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (QS Al- Baqarah 12
9-20)

Tegas Bersikap

Lalu dalam ayat 51 Qs An-Nur ini Allah swt menceritakan tentang orang-orang mukmin sejati. Bahwa mereka sikapnya jelas tidak berwarna-warni atau pura-pura. Mereka siap patuh. baik dalam keadaan sulit apalagi mudah. Mereka berkata sami naa wa atha naa (kami siap mendengar dan siap taat). Berbeda dengan kaum Yahudi yang berkata sami naa wa ashainaa (kami mendengar dan kami siap melanggar).

Maka seorang mukmin tidak perlu bersumpah seperti diperbuat orang-
orang munafik. Sebab ia biasa berkata jujur. Lain halnya dengan orang-orang munafik yang suka bermuka dua. mereka harus sumpah berkali-kali untuk menyembunyikan kebohongannya. Itulah mengapa dalam ayat ini Allah menggambarkan bahwa orang-orang munafik itu bersumpah, sedangkan orang-orang beriman tidak perlu bersumpah.

Dari sini kita belajar betapa pribadi yang jujur selalu percaya diri. Seorang
mukmin sejati tidak pernah ragu dengan imannya. Bahwa Allah swt mengetahui isi hatinya. Maka ia tidak sedikit pun plin-plan dalam mengambil keputusan. Apapun risikonya, sekalipun taruhannya nyawa, ia tetap berkata “aku siap patuh” la tahu bahwa mati di jalan Allah adalah kemuliaan dan kemenangan.

Sebaliknya, mereka yang pura-pura beriman (orang-orang munafik) benar-
benar penuh kebimbangan. Akibatnya, mereka lebih menderita karena hidup
mereka tanpa kepastian. Bahkan mereka selalu dihantui ketakutan-ketakutan yang mereka buat sendiri dalam jiwa mereka.

Inilah makna mengapa Allah swt dalam ayat ini tetap mendorong orang-orang beriman agar tetap istiqamah
dengan imannya. Mereka dijanjikan oleh Allah dengan kemenangan yang pasti. Sebab Allah swt Mahapasti
dan tidak pernah mengingkari janji-Nya.

Penulis : Dr.Amin Faishol Fath, MA Sumber Majalah Ummi