Prinsip Membentuk Keluarga Sakinah

by -2657 Views

Nurjannah Hulwani S.Ag

Berbicara tentang keluarga bahagia di dalam Islam landasannya harus lurus ketakwaannya, karena di dalam surah Az-Zariyat dinyatakan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah pada-Ku. Jadi setelah melakukan ketaatan yang sifatnya personal bagaimana bisa meluas menjadi sosial diawali dari keluarga. Nah, pada saat kita berumah tangga inilah landasannya tidak boleh keluar dari ajaran Islam.

Dari ketakwaan ada persiapan kesabaran, rasa syukur, dalam membentuk keluarga sakinah tidak seperti membalik telapak tangan. Butuh bekal-bekal yang harus dipersiapkan. Maka yang pertama kali dijadikan referensi saat memilih pasangan adalah agamanya. Jika kita berpegang teguh bahwa kita menikah berdasarkan agama maka dia akan kokoh baru dilengkapi dengan duniawiah.

Kita berumah tangga bukan hanya untuk suami istri, tapi juga untuk keluarga besar. Sehingga sebaiknya tidak ada kesenjangan yang terlalu jauh, kecuali kedua belah pihak sudah siap untuk menerima. Jadi prinsip-prinsip yang harus dipersiapkan oleh oleh orang yang mau atau sudah menikah. Pertama, taaruf. Bagaimana bisa mengenal pasangannya. Mengenal pasangan tidak cukup saat pranikah, perkenalan yang paling penting justru setelah menikah.

Taaruf sebelum menikah perkenalan yang sifatnya administratif segala informasi tentang pasangan wajib diketahui pada fase ini agar dikemudian hari tidak timbul masalah. Tapi saat ini pendekatan yang justru lebih banyak berkembang di masyarakat masalah keduniawian yang justru semakin memperluas kemaksiatan.

Setelah menikah dibutuhkan adaptasi dalam berbagai hal, setiap orang tidak ada yang sama persis. Jika dari awal bekalnya sudah sama, agamanya sama, kekurangan dan kelebihan sudah diketahui dalam waktu cepat bisa saling mengenal. Tapi tidak sedikit orang baru bisa mengenal pasangannya setahun, dua tahun, bahkan bertahun-tahun. Ini yang paling penting. Dari sini timbul kekagetan-kekagetan karena membangun chemistry, merasa teman sejati, setelah menikah tinggal  bersama.

Sedangkan pacaran hanya mengenal seseorang dari luar saja. Apa yang terlihat hanya berupa aksesori, maka dari itu tidak boleh menikah hanya berlandaskan syahwat. Dia harus mengedepankan bahwa tujuan menikah untuk memperluas ketaatan pada Allah. Dari proses taaruf akan lahir keterbukaan. Pada saat berumah tangga seperti yang dicontohkan Imam Syafii setiap bangun tidur dia selalu memberi wasiat pada istrinya, jadi tidak ada rahasia-rahasiaan karena kita berharap tidak tahu kapan kematian akan tiba. Yang paling terdekat meninggalkan ketentraman bagi pasangan hidup kita, baik soal keuangan, pendidikan anak, aktivitas.

Kedua, saling memahami. Suami istri saat berumah tangga bisa jadi tidak seideal yang kita pelajari. Bahwa tugas suami mencari nafkah dan tugas istri ada di rumah. Tapi siapa yang tahu ujian yang menimpa dalam rumah tangga tidak pernah ketok pintu. Walaupun suaminya dulu kaya raya jika Allah berkehendak mau menguji dalam sekejap bangkrut. Bisa saja sebelum menikah sudah cek kesehatan setelah menikah ternyata pasangannya sakit.

Suami istri harus menjadi mitra, mitra dalam mendidik anak, mitra dalam ekonomi, bahkan seorang istri saat suaminya terpuruk dalam masalah ekonomi maka istri perlu bekerja. Mitra dalam keteladanan, tujuan pernikahan menjaga dan memperluas ketaatan pada Allah baik habluminallah dab hablumminannas. Dikatakan tidak membawa keberkahan jika pernikahan itu hanya mencederai habluminallah dan hablumminannas.

Suami istri harus memiliki semangat berlomba dalam kebaikan. Suami atau istri tidak boleh mengintervensi kesholehan masing-masing. Kesholehan suami atau istri transaksi dia dengan Allah. Jadi urusan ketaatan bersama-sama, urusan maksiat jangan ngajak-ngajak. Suami istri tidak boleh mengandalkan kesholehan pasangannya. Misalnya, “Saya ga usah shalat, kan suami udah shalat.”

Terujinya kesetiaan dan ketulusan pasangan dalam rumah tangga saat salah satunya terpuruk. Baik terpuruk masalah fisik, akhlak, atau ekonomi. Suami atau istri punya peran untuk menyelamatkan pasangannya. Peran untuk menjaga keharmonisan merupakan peran kedua belah pihak. Pada masa nabi ada yang diuji dengan istri yang bermasalah, nabi Nuh dan nabi Luth. Ada suami yang bermasalah Asiyah dengan Firaun. Bagi kita paket ujian dalam rumah tangga dapat menjadi amalan unggulan, bagaimana kita berjuang menyelamatkan pasangan. Tentunya dengan melipat gandakan kesabaran, ibadah dan ketakwaan agar tujuan awal pernikahan tercapai yaitu supaya bisa masuk surga bersama-sama.

Jarang ada keluarga yang ideal seperti keluarga nabi Ibrahim dan nabi Muhammad SAW. Suami istri dan anaknya sholeh sholehah. Ada paket nabi Nuh, paket Asiyah, paket nabi Ayyub, yang selama hidup sakit-sakitan. Itulah yang dimaksud suami istri mitra kesabaran dalam berumah tangga. Untuk menguji kesabaran dan ketulusan dalam rumah tangga pasti perlu ada ujian. Ada paket anak, paket ekonomi, paket penyakit, ada paket akhlak. Kita menghadapi dan menjalani semua itu sampai Allah mendatangkan pertolongan dalam keluarga. Bercerita pada orang lain belum tentu menyelesaikan masalah. Curhat yang salah bukan menyembuhkan masalah tapi justru memperluas masalah.

Pilih teman cerita yang amanah, lebih baik agamanya, dan sejenis. Hindari curhat dengan lawan jenis. Kita kembali ke tempat curhat yang paling baik, Allah SWT. Tapi syarat kita agar dimampukan oleh Allah kita harus memiliki surplus ibadah. Dan kita berada di jalan yang benar.

keluarga-sakinah