TERKIKISNYA AKHLAK PELAJAR KITA

by -2637 Views

 cikgu

 

 

 

 

 

 

 

 

Akhlak adalah tatacara berhubungan dengan orang lain. Akhlak pelajar yang luhur adalah yang terwarnai oleh Al-Qur’an yang tercermin pada akhlak Nabi Muhammad Saw. Kasus pembunuhan dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Nur’aini Lubis (63 th), yang dilakukan oleh mahasiswanya sendiri, Roymando Sah Siregar (21 th) hingga kini masih segar diingatan kita, bertambah catatan luka di dunia pendidikan, setelah sebelumnya banyak tragedi lain yang  belum terpecahkan. Sebagaimana diketahui peristiwa pembunuhan ini terjadi karena Roymando merasa sakit hati karena kerap ditegur oleh Almarhumah Nur’aini sang dosen ketika di dalam kelas. Dan juga Roymando merasa sakit hati karena diberikan nilai yang rendah. Sehingga dengan menggunakan belati dia menggorrok leher sang dosen di kamar mandi yang masih kampusnya sendiri. Betapa akhlak mulia  itu telah terkikis ketika “nafsu buas” itu telah menguasai diri mahasiswa itu walaupun dia sedang menempuh pendidikan di sebuah universitas Islam.

Keberanian melakukan kekerasan ditempat umum, di ruang terbuka, disiang hari pula, membuat hati kita semakin miris, pelakunya yang masih berstatus pelajar tanpa malu melakukan kejahatan. Kasus tawuran antar pelajar, antar sekolah hampir selalu bisa kita saksikan dan dengarkan di media massa, terkadang masih di jam sekolah dengan identitas pelajarnya atau ketika pulang sekolah setelah mereka janjian bertemu. Ada apa dengan pelajar kita? Lupakah mereka akan statusnya sebagai pelajar? Lupakah mereka akan adab-adab sebagai pelajar? Semakin terkikiskah akhlak pelajar kita, terkikis oleh tontonan kekerasan yang ditayangkan oleh tv, gadjet/youtobe, games online.

Betapa mulianya ajaran Islam yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan, memuliakan guru karena ketinggian ilmunya, sehingga diatur adab-adab seorang murid terhadap gurunya, tanpa adab itu maka transfer ilmu akan tidak ada artinya, karena akan mental semuanya, proses belajar berlangsung tanpa makna. Sebuah tantangan besar di dunia pendidikan saat ini dimana guru di kelas bukanlah satu-satunya sumber ilmu, karena pelajar bisa langsung mencari di internet tentang segala sesuatu yang sedang dipelajari, informasi yang diberikan oleh “mbah google”  menjadikan pelajar dapat mengkritisi langsung guru yang tidak tepat menyampaikan ilmunya.  Bagi pelajar yang tidak berakhlak maka dengan serta merta akan menghina gurunya karena ia merasa lebih tahu. Kesombongan ini akan menjadikan pelajar tertutup pintu hatinya, sehingga akan semakin sulit nilai-nilai kebaikan yang disampaikan guru/dosennya meresap ke dalam dirinya.

ALLAH MENJUNGJUNG TINGGI PENDIDIK ITU

Allah swt sendiri menyanjung tinggi orang yang berilmu yang dalam hal ini termasuk para guru/dosen yang telah melalui jenjang pendidikannya serta mendapatkan sertifikasi sebagai pendidik. Dalam surat Al-Mujadilah ayat 11 Allah berjanji akan mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat. Selanjutnya dalam surat An-Nahl ayat 43 dan surat Al_Anbiya’ ayat 7 Allah mengajak kita untuk bertanya pada ahludzikri jika tidak mengetahuinya.  Dalam hadist yang diriwayatjan oleh At-Thabrani disebutkan: “ Pelajarilah oleh kalian ilmu untuk ketentraman dan ketenangan serta rendah hatilah pada orang yang kamu belajar darinya”. Jadi salah satu cara memuliakan guru adalah  dengan bersikap santun dan hormat kepadanya sebagai cermin dari sikap kerendahan  hati seorang pelajar.

Dalam hadist lain Rasulullah Saw mengingatkan kepada kita semua bahwa “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti hak ulama”. (HR. Ahmad dan di shahihkan Albani dalam shahih Al-jama’i). Tersirat pesan Rasulullah Saw bahwa mereka para Ulama (Ilmuan) yang mewarisi nabi, dengan kemulian ilmu dan akhlaknya wajib diperlakukan sesuai haknya sebagai orang yang berilmu. Akhlak serta adab yang baik merupakan kewajiban yang tidak boleh di abaikan bagi seorang pelajar. Dengan berakhlak yang buruk terhadap guru maka keberkahan ilmu itu tidak akan di dapatkan, “masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan”.

Imam At-Tarmidzi meriwayatkan bahwa dari Abu Umamah al-Bahlil, Rasulullah bersabda: “Kelebihan orang alim (ulama) atas ahli ibadat adalah seperti kelebihannku  ke atas orang yang paling rendah di antara kamu. Kemudian Baginda bersabda lagi : Sesungguhnya para malaikat dan penduduk langit dan bumi hingga semut dalam lubangnya beserta ikan bershalawat (berdoa) untuk orang-orang yang mengajar kebaikan kepada manusia.” (HR. At-Thirmidzi).

PERLU ADA KUPASAN ULANG TENTANG AKHLAK PELAJAR ITU

Dalil-dalil di atas harus menjadi perhatian  kita semua, orang tua perlu mengingatkan kembali anak-anaknya agar dapat menghargai para pendidik mereka dalam hal ini guru/dosen yang selalu menyampaikan ilmu di sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Perlu ada kupasan ulang tentang akhlak yang harus dimiliki pelajar di lembaga-lembaga pendidikan.

Adapun adab yang harus dibangun sebagai cerminan akhlak pelajar ketika sedang menuntut ilmu adalah hormat atau “ihtiram” pada guru, merasakan betapa Allah saja memuliakan orang berilmu, apalagi  kita pelajar yang sedang  menuntut ilmu, menjadi sebuah kewajiban juga untuk menghormati orang yang berilmu yang sedang hadir di hadapannya menyajikan beragam ilmu pengetahuan. Akhlak lain yang harus dimunculkan pelajar ketika bersama dengan guru adalah sifat sabar. Sabar mendengarkan petuah-petuah guru, sabar untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang kasar ketika menyanggah apa yang disampaikan guru, terkadang kita tidak sependapat dengan guru. Betapa Musa As yang haus akan Ilmu itu diceritakan di dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi, dimana Dia selalu bertanya ketika suatu peristiwa terjadi di hadapannya bersama dengan Khaidir sang guru, padahal Musa sudah diisyaratkan oleh gurunya agar tidak bertanya dan menyanggah apa yang dilakukannya. Rasa ingin taunya mengalahkan kesepakatan yang telah dibangun di antara keduanya. Betapa penasarannya Musa As ketika melihat peristiwa-peristiwa besar ada di hadapnnya, tiba-tiba Khaidir sang guru membocorkan sebuah kapal, tanpa ada yang menyuruh tiba-tiba Khaidir membangun kembali sebuah rumah yang telah rubuh. Naluri kemanusian Musa  timbul, yaitu rasa “penasaran” dan rasa “ingin tahu”.  Karena Musa melanggar kesepakatan itu akhirnya Musa ditinggalkan oleh Sang Guru itu setelah puas mendapatkan penjelasan, Musa tidak dapat ikut bersama dengan Khaidir lagi. Menjadi ibrah untuk kita sebagai pelajar bahwa menuntut ilmu itu diperlukan kesabaran terutama selama proses pembelajaran itu berlangsung, biarkan guru menjelaskan sepuasnya baru kemudian saat diberi kesempatan untuk bertanya kita berbicara. Perhatikan baik-baik adab mendengar dan berbicara, jangan memotong pembicaraan saat orang lain berbicara, apalagi yang berbicara itu guru.

Disisi lain guru juga dituntut untuk memperhatikan metodologi/strategi penyampaian  yang tepat, sehingga tidak menyebabkan siswa bosan. Berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan di kelas, kemudian menasehati dengan bijak anak didiknya, menyanggah dengan cara yang paling ahsan (terbaik), seperti yang Allah paparkan dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat: 125, sehingga tidak menumbuhkan kebencian dalam diri pelajar pada gurunya sendiri, guru harus menghadirkan kebersihan hati, kejernihan berfikir yang akan  menumbuhkan kecintaan murid pada ilmu sekaligus pada penyampai ilmu itu sendiri, peserta didikpun akhirnya  merasa butuh pada ilmu.

ORANGTUA PENDIDIK UTAMA

Penanggung jawab utama pendidikan anak adalah orang tua, 2/3 waktu anak dihabiskan di rumah, sudah selayaknya orang tua berkewajiban mengarahkan perilaku anak sehingga bertingkah laku sesuai dengan akhlak islami. Akhlah islami yang telah dituntun oleh Allah dan Rasulnya tidak akan ada artinya manakala anak tidak memahami dengan baik dan benar nilai-nilai tersebut. Orang tua harus memastikan bahwa anak sudah memahami dengan baik akhlak seorang anak terhadap guru, adab anak terhadap guru dalam mendengarkan pelajaran di kelas atau di luar kelas ketika pelajaran selesai diterima. Anak yang mempunyai akhlak mulia maka akan disenangi oleh siapa saja, karena manusia fitrahnya menyukai kebaikan dan membenci keburukan. Kemulian akhlak anak adalah cerminan mulianya akhlak orang tua sang anak. Orang tua kencing berdiri maka anak akan kencing berlari, pepatah itu patut direnungkan kembali oleh kita para orangtua, perlu melakukan ulang kaji apakah kita sering melakukan kekerasan pada anak? Apakah orang tua sering tak menghargai anak? Anak tak mendapatkan kesempatan melakukan dialog dan diskusi atas sikap-sikap orang tua yang tidak dia sukai. Perlakuan yang tidak baik dari orang tua ini menjadi contoh bagi anak dan melekat pada dirinya sehingga anak akan melakukan hal yang sama ketika ia tidak bersama dengan orang tua, termasuk pada teman dan gurunya sendiri. Anak yang sering dihargai pendapatnya di rumah maka ia akan menghargai pendapat teman dan gurunya di kelas ketika dia melakukan diskusi-diskusi di kelas, apalagi kondisi pembelajaran pada hari ini dituntut agar anak aktif di kelas, mengeluarkan pendapat-pendapatnya baik sebelum pembelajaran (pre test) atau setelah proses pembelajaran berlangsung (post test), bahkan anak dituntut mampu mengungkapkan konten (muatan materi) itu sendiri (presentasi).

PROSES PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA ANAK

Proses pembelajaran pada hari ini dituntut untuk berpusat pada anak bukan lagi pada guru, guru hanya mengarahkan anak (student centered learning). Alangkah dilematis jika anak kita tidak bisa mengambil andil dalam proses pembelajaran di sekolah, hanya karena ketakutan-ketakutan ketika dia akan berbicara,  takut tidak dihargai, takut salah sehingga malu dihadapan teman dan guru, tidak mampu berfikir kreatif  dalam mengerjakan tugas-tugas dari guru karena anak terbiasa mendapatkan perlakuan searah dari orang tua. Semoga anak-anak kita mendapatkan perlakuan yang baik di rumahnya sendiri, sebagaimana anak-anak yang orang tuanya dicantumkan namanya dalam Al-Qur’an, yaitu Lukmanul Hakim yang penuh hikmah, Ibrahim As yang komunikatif, Ibunda Maryam yang qonitat, Ibunda Hajar yang selalu tawakal pada Allah.

ANAKMU ANAKKU JUGA

Secara umum kita sebagai anggota masyarakat mempunyai kewajiban menjaga dan mendidik anak-anak yang ada di lingkungan kita. Mereka juga anak kita, “anakku adalah anakmu dan anakmu adalah anakku, karena di sanalah juga anak-anak kita bermain, beribadah bersama di masjid ketika suara adzan berkumandang. Kita sebagai orang tua bagi anak-anak lain di lingkungan  berkewajiban juga menjaga akhlak mereka, karena akhlak anak kita sangat bergantung juga pada akhlak anak lain yang menjadi teman bermain mereka, ingat hadist tentang persahabatan yaitu berteman dengan tukang besi dan penjual minyak wangi. Bersahabat dengan orang soleh dan dengan orang yang jahat persis seperti berkawan dengan pengedar minyak wangi (akan terkena juga wanginya) dan tukang besi (akan menghembus juga bara apinya). Saling interaksi antar satu anak dengan anak lain bisa berefek positif bagi anak kita atau sebaliknya, bergantung pada kualitas akhak anak-anak itu. Namun manakala anak kita yang dominan dan menjadi leader di lingkungan bermain mereka maka akhlak anak kita akan terjaga bahkan akan mewarnai kebaikan di lingkungan dimana ia berada, namun sebaliknya akhlak anak kita akan terkikis manakala anak kita tidak bisa mendominasi teman-temannya. Disinalah peran orang tua menetralisir setiap nilai-nilai negatif yang masuk ke dalam diri anak kita sebagai efek dari pergaulan mereka.

MENGAWAL AKHLAK ANAK KITA

Jangan segan-segan bertanya pada anak apa yang ia alami ketika di luar rumah di saat kita tidak berada di sisinya, jangan segan membuka pembicaraan, agar anak juga terbuka pada orang tua. Apa yang dirasakan anak maka orangtua juga akan merasakan, empati pada anak menjadikan anak juga empati pada yang lainnya. Akankah akhlak anak kita terkikis jika sedemikian pengawalan orang tua pada anaknya yang berstatus pelajar itu? Marilah kita sebagai orang tua mengawal akhlak anak-anak kita, mendampingi anak-anak kita ketika dia bermain games online, ketika menonton televisi, dan aktifitas lainnya, mengisi kekosongan waktu anak-anak kita dengan bercerita padanya, kisah-kisah para sahabat dan sahabiah sukses sehingga mereka akan tahu role model dari akhlak mulia itu sendiri, menceritakan kisah-kisah para pahlawan yang telah rela mempertaruhkan nyawa mereka demi kemerdekaan tanah airnya di seantero dunia, di berbagai belahan bumi, sehingga anak-anak kita akan berjiwa heroik, terpatri rasa cinta pada tanah air, ingin selalu membela tanah air. Tidak ingin mati konyol apalagi sampai membunuh jiwa yang bukan haknya.

KHASANAH RCL, M.PD

Penulis adalah dosen PPS-UIA Jakarta

Ketua Komunitas Orang Tua Bijaksana (KOB) – PP Salimah