Memahami Sifat Jalilah dan Jamilah Allah

by -12940 Views
Dalam keseharian kita, baik dalam skala pribadi maupun kolektif (berbangsa dan bernegara), seringkali kita tidak merasakan kehadiran sifat-sifat Allah yang mewarnai hidup dan kehidupan kita. Padahal sifat-sifat Allah tersebut sangat terkait dengan ayat-ayat kauniyah-Nya yang sekarang ini banyak menyita perhatian segenap komponen bangsa, bahkan meminta korban harta dan nyawa. Betapa Allah melalui ayat-ayat kauniyah-Nya memang ingin menunjukkan ke Maha Kuasaan-Nya dan ke Maha Besaran-Nya agar hamba-hambaNya mulai mawas diri, waspada dan berhati-hati dalam bertindak dan berprilaku agar tidak mengundang turunnya sifat Jalilah-Nya yang tidak akan mampu dibendung, apalagi dilawan, oleh siapapun, dengan upaya dan sarana kekuatan apapun.
 
Segala aktifitas kita, segala yang terjadi terhadap diri kita, tidak terlepas dari sifat Allah. Baik sifat Jamilah maupun Jalilah. Sifat Jamilah Allah membuat kita berharap kepadaNya. Karena sifat inilah yang membuat kita sebagai hambaNya memperoleh kebahagian, ketenangan hidup.
 
Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rawi, seorang tokoh tafsir berkebangsaan Mesir memahami sifat-sifat Allah yang banyak disebutkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an dalam dua bentuk, yaitu Sifat-sifat Jamilah dan Sifat-sifat Jalilah. Kedua sifat-sifatNya itu selalu disebutkan secara beriringan dan berdampingan. Tidak disebut sifat-sifat Jamilah Allah, melainkan akan disebut setelahnya sifat-sifat JalilahNya. Begitupula sebaliknya. Dan memang begitulah Sunnatul Qur’an selalu menyebutkan segala sesuatu secara berlawanan; antara surga dan neraka, kelompok yang dzalim dan kelompok yang baik, kebenaran dan kebathilan dan lain sebagainya. Semuanya merupakan sebuah pilihan yang berada di tangan manusia, karena manusia telah dianugerahi oleh Allah kemampuan untuk memilih, tentu dengan konsekuensi dan pertanggung jawaban masing-masing.
“Bukankah Kami telah memberikan kepada (manusia) dua buah mata,. lidah dan dua buah bibir. Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan; petunjuk dan kesesatan”. (Al-Balad: 8-10)
 
Sifat Jalilah yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah sifat-sifat yang menunjukkan kekuasaan, kehebatan dan kerasnya ancaman dan adzab Allah swt yang akan melahirkan sifat Al-Khauf (rasa takut, khawatir) pada diri hamba-hambaNya.  Dan Sifat Jamilah adalah sifat-sifat yang menampilkan Allah sebagai Tuhan Yang Maha Pengasih, Penyayang, Pengampun, Pemberi Rizki dan sifat-sifat lainnya yang memang merupakan harapan (Ar-Raja’) setiap hambaNya tanpa terkecuali.
 
Berdasarkan pembacaan terhadap ayat-ayat Al-Qur’an secara berurutan, terdapat paling tidak empat ayat yang menyebut sifat-sifat Jalilah dan Jamilah Allah secara berdampingan, yaitu: 
– Pertama, surah Al-Ma’idah: 98, “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”. 
 
– Kedua, akhir surah Al-An’am: 165, “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. 
 
Ketiga, surah Ar-Ra’d: 6, “Mereka meminta kepadamu supaya disegerakan (datangnya) siksa, sebelum (mereka meminta) kebaikan, padahal telah terjadi bermacam-macam contoh siksa sebelum mereka.Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai ampunan (yang luas) bagi manusia sekalipun mereka zalim, dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar sangat keras siksanya”. Dan 
 
Keempat, surah Al-Hijr: 49-50, “Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya adzab-Ku adalah adzab yang sangat pedih”.
 
Ayat-ayat diatas bagi Ibnu Abbas ra, seorang tokoh terkemuka tafsir dari kalangan sahabat, merupakan ayat Al-Qur’an yang sangat diharapkan oleh seluruh hamba Allah swt (Arja’ Ayatin fi KitabiLlah). Karena menurut Ibnu Katsir ayat-ayat ini menghimpun dua sikap yang benar dari hamba-hamba Allah yang beriman, yaitu sifat harap dan cemas (Ar-Raja’ wal Khauf). 
 
Imam Al-Qurthubi memahami ayat ini semakna dengan hadits Rasulullah saw yang menegaskan, “Sekiranya seorang mukmin mengetahui apa yang ada di sisi Allah dari ancaman adzabNya, maka tidak ada seorangpun yang sangat berharap akan mendapat surgaNya. Dan sekiranya seorang kafir mengetahui apa yang ada di sisi Allah dari rahmatNya, maka tidak ada seorangpun yang berputus asa dari rahmatNya”.( H.R. Imam Muslim)
 
Pada tataran Implementasinya, pemahaman yang benar terhadap kedua sifat Allah tersebut bisa ditemukan dalam sebuah hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra. Anas menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah bertakziah kepada seseorang yang akan meninggal dunia. Ketika Rasulullah bertanya kepada orang itu, “Bagaimana kamu mendapatkan dirimu sekarang?”, ia menjawab, “Aku dalam keadaan harap dan cemas”. Mendengar jawaban laki-laki itu, Rasulullah bersabda, ‘Tidaklah berkumpul dalam diri seseorang dua perasaan ini, melainkan Allah akan memberikan apa yang dia harapkan dan menenangkannya dari apa yang ia cemaskan”. (H.R. At-Tirmidzi dan Nasa’i).
 
Sahabat Abdullah bin Umar ra seperti dinukil oleh Ibnu Katsir memberikan kesaksian bahwa orang yang bahwa orang yang dimaksud oleh ayat-ayat di atas adalah Utsman bin Affan. Kesaksian Ibnu Umar tersebut terbukti dari pribadi Utsman bahwa ia termasuk sahabat yang paling banyak bacaan Al-Qur’an dan sholat malamnya. Sampai Abu Ubaidah meriwayatkan bahwa Utsman terkadang mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an dalam satu rakaat dari sholat malamnya. Sungguh satu tingkat kewaspadaan hamba Allah yang tertinggi bahwa ia senantiasa khawatir dan cemas akan murka dan ancaman adzab Allah swt dengan terus meningkatkan kualitas dan kuantitas pengabdian kepadaNya. Disamping tetap mengharapkan rahmat Allah melalui amal sholehnya.
 
Betapa peringatan dan cobaan Allah justru datang saat kita lalai, saat kita terpesona dengan tarikan dunia dan saat kita tidak menghiraukan ajaran-ajaranNya, agar kita semakin menyadari akan keberadaan sifat-sifat Allah yang Jalillah maupun yang Jamilah untuk selanjutnya perasaan harap dan cemas itu terimplementasi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, memang hanya orang-orang yang selalu waspada yang mampu mengambil hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi. 
 
Saatnya kita lebih mawas diri dan meningkatkan kewaspadaan dalam segala bentuknya agar terhindar dari sifat Jalilah Allah swt dan meraih sifat jamilahNya. Dan itulah tipologi manusia yang dipuji oleh Allah dalam firmanNya, “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia senantiasa cemas dan khawatir akan (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran”. (Az-Zumar: 9)
 
DR. Atabik Luthfi
(RA)