Sesal ( Sebuah Cerpen special hari Ibu)

by -1179 Views

 

“ Fid, jadi kita jalan sore ini?” temanku Nena
“ Ga bisa aku Na, kamu tahukan umiku itu segimananya sama aku…”
Aku menggantung kata-kataku, teringat perkataan umi setiap akan pergi kuliah, “Fidah sayang, ingat ya nak. Kalau pulang kuliah ga usah main kemana-mana. Langsung pulang ke rumah aja. Perempuan itu harus menjaga diri, jangan nongkrong ga jelas, jangan melakukan hal-hal yang tak berguna….”
“Iya deh, yang anak umi…” Nena seolah mencemooh aku.
Memang sih Sudah berapa kali dia ngajak aku, jalan sama teman-teman yang lain. Tapi ya itu selama alasannya ga syar’I, umiku dan abiku pasti ga izinin terlebih-lebih ya umi. padahalkan sebenanrnya aku juga mau kaya gadis lain, ya mainlah, ketempat wisata, ke tempat kulinerlah dll. Tapi ya sudahlah. Biarkan semua kecamuk tanya dalam jiwa melangit di kepalaku. Ku susuri tiap jalan-jalan berkelok dari kampus ke rumahku. Ku sambut senja di depan rumahku dengan senyum ramah umiku. Bayangkan umiku ini, selalu menungguku pulang, mengantarkanku saat pergi. walau kadang ada rasa ga enak juga, seolah aku ini anak kecil. Ya begitulah umiku. Setelah ku ucap salam, mencium tangannya ia selalu mengatakan hal yang sama padauk.
“Alhamdulillah anak umi udah pulang…, yo nak masuk. Mandi, sholat dan makan, ibu sudah masak kesukaan kamu, nak…”
Itu terus yang ibu katakan, sedangkan abiku ya biasa aja, nanya seperlunya juga,karena kadang beliau aga sibuk di kantornya. Tapi tetap abi kebanggan serumah kami, hehe. Umiku juga, cuma setelah aku beranjak kulaih aku jadi aga sedikit risih dengan kebiasaan umi. Pernah juga sesekali umi ngantar makanan ke kampusku, karena aku ga pulang pada siang, saat itu ada agenda BEM, dan beliau naik taxi ke kampus, hanya nganterin makanan utukku. Habislah aku kena bully teman-teman kampusku.
Setelah makan aku pamit sama umi, dan abi serta adikku, Danis.
“Kak, kenapa sih murung aja semingguan ini ade perhatiin…” Denis nyeletuk gitu aja di depan pintu kamarku saat aku akan masuk kamar.
“Lah anak kecil, tahu apa kamu de. Kakak mah biasa aja kali de, sana belajar bentar lagi bulan April 2019 kamu kan ujian nasional, lulus dari SMA. Jangan urusin kakak, kamu aja perlu di kurusin, olah raga sana…”
“Jleb…, hey kak. Adiknya peduli kok, ga boleh, malah bawa-bawa badan gemuk segala. Ini bukan gemuk kak, berisi tahu…”
“Ya apa bedanya, sama aja kan? Dah sana kakak mau istirahat…” aku ambil gagang pintu, tapi lagi-lagi di pegang Denis.
“Iya boleh, tapi benar kakak ga kenapa-kenapa kan…!”
“Awas ga, bilangin abi nih….! Biiiii…., Deniis…bi…..!!!” teriakku.
Taka lama Abipun datang menghampiriku.
“Denis, apa-apan kamu nak. Udah besar aja masih suka berantem…”
“Abi mah belain aja kakak terus, padahal Denis Ga salah apa-apa. Umiiii…, Umiii…” Denis teriak.
Tak berapa lama umi juga datang ke depan kamarku.
“Ada apa sih de. Kok treak-treak malam-malam. Malu sama tetangga…”
Akhirnya aku ceritakan semuanya dan mereka hanya tertawa saja, sambil jewer kuping Denis suruh ke kamarnya.
“Syukurin…” kataku.
“Mi, kakak tuh mi…”
“Udah ayooo masuk sana ke kamarmu….”
“Aoww…aww…, sakit mi….”
Hehe…, kasihan Denis sebenarnya, abis suka gangguin orang aja.
Hai malam kamu apa kabar? Semoga terus bersamaku ya, setiap malam nemenin aku.
*****
Kenapa Fidah, seolah tak senang denganku, biasanya banyak cerita yang ia ceritakan, rindu rasanya ia bercerita banyak. Ia juga sekarang jarang menghabiskan makanannya. Padahal aku Sudah masak, masakan kesukaannya. Ya Allah apa salahku padanya. Fidah sudah pergi kuliah, denis dah pergi sekolah. Dah lama juga aku tidak mengemas kamar anakku, semenjak masuk kuliah. Tapi tak apalah untuk hari ini, aku akan membersihkannya, karena aku sudah selesai juga masak dan beberes yang lainnya. Aku mulai membersihkan satu persatu, rupaya gadisku ini memang tak suka berantakan, semuanya rapi dan hanya baju aja yang masih bergantung. Padahal bisa kok dia taro di mesin cuci gabung sama umi, abi dan adiknya. Tapi setelah masuk kuliah dia tidak pernah lagi, dia selalu nyuci baju nya sendiri dan baju kami bertiga sesekali. Ada buku cantik sepert diary di lemari belajarnya, aku penasaran, tapi aku takut. Itu privasi anakku. Akhirnya aku pergi, balik lagi, pergi balik agi, sampe 5 x ada kali ya kaya setrikaan. Siapa tahu disana tertulis kenapa sikapnya berubah padaku, jadi aku bisa instrospeksi diri. Tapi tetap saja melakukan hal itu tak boleh. Bathinku terus berkecamuk tak tentu, akhirnya aku keluar karena bagaimanapun ada Allah yang melihatku, meski tujuanku baik.
“Umii, kenapa ada di kamarku?” Aku terkaget saat menutup pintu kamar Fidah, ternyata Fidah sudah di depanku, membuatku gelagapan.
“Eh, Itu…, itu tadi umi…, berniat memberishkan kamarmu nak, rupanya kamarmu bersih, jadi ibu bergegas pergi lagi dari kamarmu, nak. Maafkan Ibu sudah lancang ya, nak…”
“ Ya bu, ga apa-apa…”
Mukanya masam, sebenanrnya mungkin ia mau berkata, kenapa ibu melanggar hak privasi aku, ia juga kesel banget sepertinya .
“Mi, Fidah izin keluar ya mi, mau kerumah Nena dan ke rumah Raras. Ada belajar kelompok mi…”
“Pulang jam berapa? dimana rumahnya Nena itu nak?”
“Deket kok, mi. Dah mi. Assalamualaikum…”
“Jangan pulang malam-malam nak, baca doa selalu di maanapun nak…”
“Iya mi…”
Apa karena aku masuk ke kamarnya ya, ia tiba-tiba pergi lagi. Ya Allah salah lagi ternyata aku. Jagalah anakku ya Allah, di manapun ia berada.
Sambil merenungi salahku, adzanpun berkumandang, sebenanrnya aku adi mau tanya tumben kuliahya sebentar, tapi ia bergegas pergi. Aku bersujud kembali merengkuhkan jiwa, merendahkan raga pada sang kuasa, agar Allah selalu menjaga anak-anakku dan anak-anak yang lainnya khususnya generasi muslim dimanapun berada dari hal-hal yang akan mencelakakannya atau menghancurkan masa depannya. Aamiin.
*****
“De, umi kemana tumben kakak pulang umi ga ada?”
Kutanya itu saat aku tak menemukan sosok ibuku di rumah sepulang kuliah.
“Umi lagi kegiatan Salimah atau Persaudaraan Salimah. Ada sekolah ibu apa gitu lah, tadi ade yang anterin umi kesana. Kegiatannya di aula kantor desa kita…”
“Umi tuh ya dah tuapun. Masih aja sibuk dengan Salimahnya, aneh deh. Segitu cintanya kah umi sama Salimah. Padahal ya de, organisasi mah sama aja. Umi kan udah pensiun, tetep aja aktif…”
“Kakak, Kenapa sih ngomel terus, baguslah kak, umi aktif di Salimah walau sudah pensiun. Banyak Ilmu kakak disana yang bisa diambil. Malah umi berharap kakak kelak bisa jadi motivator juga di Salimah. Ngajarin banyak hal ke orang-orang agar hidup manfaat…”
“Ah kolot kamu de, kapan umi bilang gitu sama kamu?”
“Tadi sepanjang jalan umi cerita tentang kakak. Umi bangga sama kakak, katanya”
“Udahlah De, kakak mau ke kamar ya, tugas kuliah banyak….”
“Kalau kakak ada salah sama umi, baiknya cepat minta maaf sama umi, kasihan loh umi kak…”
“Salah apa kakak sama umi?”
“Ade bilang kalau ada kak…., sudah sana masuk sana. Entar laptopya nanyaian kakak loh…”
Ah denis ada-ada aja, anak itu kadang bikin kesel, kadang bijak juga omongannya kaya orangtua.
Aku lupa belum cuci piring, aku keluar lagi dari kamarku.
“Kok balik lagi tuan putri…” Denis mulai mengejek aku.
“Kakak lupa belum cuci piring…”
“Udah sama umi tadi sebelum ke Salimah, yang barusan kita makan, udah Denis cuci. Noh mengkilat daah…”
“ Gitu dong de, kan sekali-kali kamu bantu kakak…”
“Bantu umi kak. Bukan bantu kakak…, he…, he…”
“Iya, iya besok kakak teraktir ade beli baksolah hehe….”
Kembali ke pekerjaanku dikamar aku membuat beberapa tugas kuliah. Ada beberapa makalah yang belum selesai saat kerja kelompok. Namanya kerja kelompok ada aja yang diomongin ujung-ujungnya ngobrol sana sini, ketawa-ketawa dan makan-makan. Tugas jadi terlupakan. Apa iya itu yang dibilang umi, bisa jadi kali ya. Aku jadi mikir deh. Tapi tadi aku masih kesel sama umi, yang masuk ke kamarku, ga izin dulu sama aku. Apa umi baca buku diaryku ya. Di sana aku katakana aku sebel sama umi. Duuh gimana kalau umi baca. Habislah aku, abi pasti marah sama aku.
Tok…tok….tok…
Pintu kamarku ku di ketok
“Iya, siapa?” tanyaku dalam kamar.
“Abi….”
“Kan bener, duuh gimana ini….”
“Fidah lagi ngerjain tugas kuliah bi….” Aku teriak dari dalam kamar, takut ketemu abi.
“Ya, ga papalah kak, ni abi bawakan martabak telor kesukaan kakak….”
“Biarin aja bi, kalau ga mau. Enatr Denis yang abisin…” treak Denis dari kejauhan.
Ya Allah …, salah deh aku. “Ok Bi, bentr ya, kakak keluar….”
Aku keluar dan abi membawa makanan banyak, umipun sudah ada di rumah rupanya.
“U.., U.., umi sudah pulang…” tanyaku basa basi aja.
“Kakak nih aneh, kalau belum pulang, lah di depan kita siapa?” Denis nyeltuk lagi, minta hajar anak itu.
“Hehe…, maksud kakak, umi pulang sama siapa?”
“Sama abi. Tadi abi mampir ke kantor desa, dan jemput umi sekalian…”
Senangnya kalau melihat abi umiku damai-damai, mereka tak pernah berantem sama sekali, sepengetahuan aku. Membentakku pun tak pernah, apalagi umi. Cuma ya umi aga bawel dibanding abi.
“Fidah, umi minta maaf tentang yang tadi itu ya nak…”
“Ga apa-apa mi…”
Mungkin Denis dan abi heran kenapa umi minta maaf padaku. Tapi kubiarkan saja tanpa kujelaskan ke mereka. Palingan umi cerita besok-juga abi ma Denis tahu.
“Umi besok mau kemana?” Denis nyeletuk gitu aja
“Umi mau ke Salimah lagi, yang kemaren belum selesai buat prakarya…”
“Oh ya mi, bi. Kakk besok izin juga pulang kuliah ke rumah temen, ga jauh kok dari kampus. Mungkin pulangnya aga sore atua bisa jadi malam, karena setelah belajar kelompok mau ada kajian maghrib di masjid kampus. Boleh kan mi, bi?” tanyaku
“Bolehlah selama itu kebaikan, kan mi?”
Umiku hanya terdiam, sesaat lalu mengatakan, “ Iya boleh…”
Tapi tumben ga di tambah embel-embel , jangan begini begitu, yeeeayyy umi dah berubah. Aku tersipu dengan senyum simpul di hatiku.
“Bi, Denis besok mau olah raga basket lagi, latihan sih. Turnamennya masih setengah bulan lagi. Tapi kan harus disiapin kan bi, fisiknya?”
“Iya harus itu, segala sesuatu jangan tergesa-gesa, grasak grusuk. Direncanain mateng-mateng biar mateng beneran kaya martabak telor ini….”
Ha…, Ha…, ha… kami tertawa semua. Kembali kusapa malam dan terlelap dalam hangatnya cinta Allah swt.
*****
“ Fid, cape juga ya ngerjain tugas sebanyak ini?” Raras tiba-tiba si anak mungil ini nyeletuk sambil megangin lehernya, secara dia bagian ngetik.
“ Iya bener, tenang aja. Nih aku siapin jus mangga…”Nena nyambung sambil sumringah menyuguhkan juz manga untuk semua yang belajar kelompok.
“Aku mau curhat dunk…” tiba-tiba aja pengen berkata begitu.
“ Tumben anak umi mau curhat, iya ngga Ras?”
“Iya ih, tapi ga papa cepat katakan, biar kami tak penasaran he…, he….”
“ Aku lagi sebel sama umiku…”
“Kenapa?” Nena.
“Umiku selalu, protec sama aku, ya jangan ginilah jangan gitulh, banyak lagi, terus kemaren umiku masuk kamarku, itukan kaya ngelanggar privasi aku gitu…”
“Ya ampun nona Fidah cantiiik nan jelita, masih untung kamu punya ibu, aku? Semua aku kerjain sendiri, ga ada yang nunggu aku pulang kuliah. Ga ada yang mau beresin kamar aku, ayahku sibuk sama kerjaanya. Ga ada yang masakin aku. Kamu tuh harusnya bersyukur punya ibu yang sayang banget sama anaknya. Emang orangtua zaman now harus gitu, biar anak perempuannya selalu terjaga…” Raras.
“Bener si Raras bilang. Bersyukur masih ada ibu, besok lusa, minggu depan, bulen depan, kita ga tahu apa masih bisa sama ibu kita. Selama masih ada ibu kita, mari muliakan kasih sayangnya agar kita jadi generasi berakhak mulia …” Nena.
“Itumah tema hari ibu salimah, Kasih sayang ibu hadirkan generasi berakhlak mulia….” Viciyo adik Nena tiba-tiba menghampiri kami sambil membawa baki makanan ringan.
“Tuh anak SMP aja tahu….” Nena lagi.
“Tahu dari mana de? tanyaku penasaran…”
“Tahulah. Ibu, kan anggota Salimah. Nah tadi tuh ibu minta buatin kak Nena flayer gitu, setelah selesai laptop kakak aku pinjem, dan kebaca deh sama aku. He…, he…”
“Ooh begitu toh ceitanya. Na, emang kenapa ibu kamu harus buat flayer ?”
“Ibu itu Humas, jadi sebisa mungkin kalau ada event. Terutama ada tema dari pusat, harus buat flayer, walaupun ga bagus-bagus amat. Ibu sebenanrnya dah hampir bisa sendiri, tadi aku cuma benerin hurufnya aja, ngetiknya masih banyak yang typo… hehe…”
“ Oh begitu…”
Dreeet…Dreeet…dreeeet…
Hpku bergetar, tanda ada yang nelpon. Karena tadi sedang belajar jadi aku kasih getar aja.
“Assalamualaikum kak, umi kak…”
“Walikum salam umi kenapa? Kamu ada dimana?”
“Aku ada di ruang UGD kak, umi… sudah…”
“Denis, Denis…hallo…”
“Maaaf teman-teman aku harus cepat-cepat ke rumah sakit, umiku…sakit”
Aku ga tahu apa yang harus aku lakukan, aku pamit tanpa di jawab oleh teman-temanku. Aku berlari mengejar taxi. Didalam taxi aku ingat semua kelakuaknku sama umi. Umi maafkn Fidah mi, Fidah salah sama umi. Tangiskupun pecah, ga bisa terbendung lagi.
“Mau kemana nak?” pak supir taxi
“Kerumah sakit, Persaudaraan Salimah pak…”
“Baik, ini tisu bila membutuhkan nak…”
“Tidak pak, terimkasih, saya ada tisu sendri…”
Terus aja aku mengingat semua kebaikan umi dan kesalahanku. Apa yang aku lakukan jika- umi pergi dariku saat ini. Umi, aku masih punya salah sama umi, umi aku belum membahagiakan umi, umi maafkan aku. Sesampinya di rumah sakit berwarna Ungu itu aku langsung menuju UGD. Kulihat Denis menangis, sesegukan. Abi juga janggutnya basah dengan air mata.
“Kak, umi kecelakaan sepulang dari majlis talklim sekolah Ibu Salimah tadi…” Denis berucap sambil terbata-bata penuh dengan air mata.
AKu tak peduli lagi soal cerita kupeluk jasad umi, aku menangis sejadi-jadinya, aku menyesal dengan yang aku lakukan selama ini ke umi.
“Umi, maafkan Fidah mi. Fidah janji akan makan semua masakan umi, Fidah janji mi. Akan membala senyum tulus saat umi saat menunggu Fidah datang, fidah janji mi. Kamar Fidah selalu terbuka untuk umi, maafkan Fidah mi. Pernah benci sama anjuran umi, yang seperti ngekang Fidah agar jangan ini itu, maafkan Fidah mi. Bangun mi, bangun…, bangun mi…hiks…hiks…”
“Umi dah bangun dari tadi nak…”
“Woii…!!! kakak mimpi mi…!!!”
“Fidah ga baca doa kah mau tidurnya?”
“Ini umikan..!!!”
“Mulai lagi kakak amnesia…” Denis
“Iyalah sayang, ini umi. Mau bangunkan kamu sholat subuh, tadi pas ketuk pintu langsung terbuka, dan kamu treak-treak sambil nangis bilang umi bangun-umi bangun, jadi aja umi, Denis dan Abi kesini. Takut ada apa-apa soalnya…”
Aku memeluk umi sambil menangis, “ Mi, maafkan Fidah mi, Fidah sudah membuat kesalahan sama umi. Fidah banyak berbuat salah sama umi, Fidah sudah merasa sebel sama umi. Fidah sadar mi, itu semua umi lakukan agar Fidah selalu terjaga. Fidah sayang umi karena Allah mi, sekali lagi maafkn Fidah mi…hik…hiks…”
“Iya, iya sayang, umi sudah maafkan kamu, ga ada yang perlu umi maafkan nak…”
“Oh pantes murung itu karena kakak punya salah sama umi kan, kan…!” Denis kerjaannya nyeltuk mulu tuh anak.
“Denis sayag, diam nak…” Abi.
“Oke,bi…”
Mata masih sembab aku menunaikan sholat subuh berjamaah denga abi dan Denis termasuk umiku. Ya Allah terimakasih itu hanya mimpi, aku akan memperbaiki semua salahku pada umiku. Panjangkanlah usia umi, abiku dan semu aorang tua dimanapun berada, berkahkan usia mereka, permudah urusan mereka, sabarkan mereka dalam mendidik anak-anaknya, dan bahagikan selalu jiwa raga mereka, husnul khatimahkan kelak mereka dan masukan kesurga-Mu kelak. Aamiin.
THE END
“Terkadang sesuatu itu lebih berharga disaat kehilangan, maka sebelum kehilangan hargailah sesuatu itu”

Ibu

SELAMAT HARI IBU
22 DESEMBER 2018
Kasih Sayang Ibu, Hadirkan Generasi Berakhlak Mulia

Salam Bahagia bersama
DEWI SURYATI
Humas Salimah Sintang
Penyiar Radio
Ibu rumah tangga dengan 3 putra

Tulisan ini special untuk ibu yang melahirkanku, ibuku tercinta. Begitupun untuk para ibu dimana saja berada, terutama yang tergabung dalam barisan Salimah.