Belajar Nunggu Rezeki dari Ibu Waitah: Rezeki…? Wait Ah!

by -750 Views

Nama adalah doa, sepertinya kita semua sepakat. Tapi kalau nama yang telah dianugrahkan orang tua kita “rada” menimbulkan kontroversi, ya..mungkin di sinilah tantangannya. Bisa-bisa jadi doa yang mengancam.

Inilah yang menjadi tanda tanya saya, ketika bertemu dengan seorang ibu yang bernama ibu Waitah. Yaa..nama yang cukup singkat. Awalnya saya biasa-biasa saja merespon nama tesebut. Justru saya lebih tertarik dengan cara beliau menjalankan bisnisnya.

Pertama kali masuk ke rumah beliau yang sangat sederhana ini, saya melihat barang yang paling mewah  terpajang di ruang tamu adalah freezer yang di sampingnya ada standing banner bertuliskan Z Food.

Ternyata ibu Waitah ini salah satu penerima bantuan modal dari Baznas (Badan Amil Zakat Nasional) yang bekerjasama dengan Salimah (Persaudaraan Muslimah) Kota Bekasi, kepada 45 pengusaha pemula yang masuk kategori mustahik (orang yang berhak menerima zakat).

Bantuan yang di berikan terbagi menjadi dua pilihan. Pertama adalah booth Salimah untuk berjualan bakso dan somay lengkap dengan segala atributnya seperti kompor, tabung elpiji, langseng aneka produk Salimah food, dan lain-lain. Piliihan ke dua adalah sebuah freezer berisi aneka produk Salimah Food, dan ini merupakan pilihan ibu Waitah.

Bangun pagi pukul 03.00 wib mulai masak aneka pepes. Setelah shalat Subuh dan selesai menyiapkan segala kebutuhan anak dan suami, pukul 06.30 wib beliau mulai berkemas menata dagangannya, aneka pepes dan aneka produk Salimah Food (SF).

Sepeda ontel adalah kendaraan penting bagi ibu Waitah untuk mengangkut semua barang dagangannya ke pasar.

Berbekal izin menumpang di area pojok toko sembako mulailah beliau menawarkan dagangannya. Meja dadakan yang terbuat dari tumpukan boks kayu hasil meminjam dari lapak yang beliau tempati, menjadi tempat yang kondusif untuk menggelar dagangan.

Alhamdulillah beberapa bungkus pepes dan SF laku terjual. Memang pasar adalah tempat strategis untuk berbisnis.

Sampai pukul 10.00 wib dan pasar mulai sepi, ibu Waitah pun merapikan dagangan yang tersisa ke atas sepedanya dan berpamitan kepada pemilik lapak sembako yang menjadi “induk semang”-nya selama ini.

Strategi kedua mulai dijalankan yaitu tetap dengan sepedanya berkeling kampung menjajakan sisa  dagangan. Panas terik yang dirasakan adalah hal biasa bagi ibu Waitah. Bahkan, ia harus berteriak-teriak agar orang-orang tahu apa yang beliau jual. Beberapa pelanggang mengaku sangat terkesan dengan kegigihan beliau.

Tepat pukul 13.00 wib beliau pulang ke rumah untuk shalat, makan dan istirahat. Lepas shalat Ashar beliau melanjutkan dagang keliling lagi hingga pukul 17.00 wib.

Luar biasa, itulah kata yang tercetus dalam benak saya. Saya beranggapan aktivitas dagang yang beliau lakukan pasti membuat beliau lelah dan tidak sempat berbuat baik dengan tetangga. Tetapi, anggapan saya salah besar.

Hasil wawancara saya dengan tetangga beliau, ternyata ibu Waitah seorang yang sangat baik dan perhatian kepada tetangganya. Beliau sering berbagi makanan dan sering menolong jika ada kesulitan.

Hal yang sama dilontarkan oleh ibu Ayu selaku pengurus Salimah Medan Satria. Menurutnya, Ibu Waitah adalah orang yang sangat rajin ikut taklim dan pengajian, bahkan beliau adalah anggota Kossuma (Koperasi Syari’ah Serba Usaha Salimah) yang paling aktif menabung dan bersedekah.

Itulah arti sebuah nama. ‘Wait’.ah! Kalau saya meme-kan artinya “Nunggu aja deh!” Tapi, Ibu Waitah adalah penunggu yang aktif. Menunggu tidak harus diam. Karena Rezeki tidak ditunggu tetapi dijemput.

Kita pun semua “Menunggu”. Menunggu kapan Allah menjemput kita. Apa yang kita bisa perbuat dari hasil menunggu kita? Hanya kita yang bisa menjawab.., “Wait..ah!”

Cacatan kecil Dwi Eko

Kadept Humas Salimah Kota Bekasi. (Mh)

Berikut video singkat

“Ibu Waitah sang Marketer Salimah Food”