Memaknai Hijrah

by -1312 Views

Siti Faizah (Ketum Salimah)

Tahun baru Hijriah terhitung semenjak hijrah Rasulullah SAW dari Makkah menuju Madinah. Sebuah perjalanan panjang dua mahluk pilihan Allah Ta’ala, Muhammad SAW bersama sahabat karib yang sangat setia sejak semula hingga akhir hidupnya, Abu Bakar Ash Shiddiq RA. Keduanya menempuh  perjalanan dengan jarak yang sangat jauh, sekitar 490 kilometer. Melewati gurun dan gunung terjal penuh bebatuan. Bila mengendarai bus saat ini berkisar 6-7 jam. Namun jalan yang ditempuh saat ini sudah mirip jalan tol bebas hambatan. Dulu, Nabi Muhammad SAW dan para sahabat hijrah menggunakan onta.

Panas terik matahari yang begitu menyengat dan perbekalan seadanya tidak menurunkan semangat sedikitpun. Perasaan mencekam akibat provokasi dan intimidasi kaum kafir Quraisy untuk membunuh Beliau SAW, dengan mengadakan sayembara. Sungguh sebuah safar perpindahan yang luar biasa dan tidak ada bandingannya. Pengorbanan harta dan jiwa berbalut keimanan kepada Allah SWT. Disertai kesungguh-sungguhan dalam menegakkan dakwah, menyelamatkan iman. Mengeluarkan masyarakat dunia dari kebatilan menuju kebenaran serta menjemput ampunan dan pertolongan-Nya.

Setiap tahun, umat Islam mengenang momen hijrah, ditandai dengan pergantian tahun baru Hijriah yang saat ini memasuki 1440. Sejarah hijrah Muhammad SAW sudah berlalu, namun semangat memaknai dan melanjutkan kebiasaan hijrah ini yang akan terus berlangsung sepanjang kehidupan orang-orang beriman. Di manapun dan sampai kapanpun jika melihat kemaksiatan, kezaliman, kemunkaran, kejahilan dan kebatilan, maka ada kewajiban untuk mengadakan perubahan.

Ada beberapa alasan yang mengharuskan kaum muslimin berhijrah dari Makkah menuju Madinah pada masa permulaan Islam. Dalam Tafsir Al Munir disebutkan, pertama, supaya lebih leluasa melaksanakan semua ajaran Islam  dan bebas dari siksaan serta penganiayaan akibat memeluk agama Islam. Kedua, lebih memungkinkan dalam belajar, mengajar dan memperdalam ilmu syari’at serta hukum-hukumnya. Ketiga, mampu mempersiapkan berdirinya suatu tatanan negara berdasarkan nilai-nilai keislaman secara lebih fokus. Supaya lebih mudah mempertahankan dan memperluas dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.

Ibnu Arabi mengklasifikasikan hijrah menjadi enam macam, yakni hijrah dari negeri kafir menuju negeri Islam, hijrah dari negeri yang dipenuhi kebid’ahan, hijrah dari negeri yang di dalamnya didominasi hal-hal yang haram, hijrah karena menghindari penganiayaan dan penyiksaan fisik, hijrah dari suatu negeri yang sedang diserang penyakit menuju negeri yang lebih sehat dan steril, hijrah dari kemungkinan perampasan harta benda. Karena perlindungan terhadap harta benda seorang sama pentingnya dengan perlindungan terhadap jiwanya. Begitu pula perlindungan terhadap anggota keluarga, seperti kondisi tertindas yang dialami kaum muslimin di Palestina, Rohingnya, Suriah dan lainnya.

Sebagaimana hijrah menjadi kebutuhan dan keharusan, tatkala Allah Ta’ala menjadikan hijrah sebagai momentum perubahan menuju yang lebih baik dan lebih maslahat, berasaskan iman kepada-Nya, menuntut kerja keras dan sungguh-sungguh dalam menegakkan kebenaran yang hakiki pada setiap pribadi muslim, keluarga, bangsa dan negara. Allahu a’lam bish showab