Setitik Asa dari Bukit Sanxia

by -1554 Views

imigrasi-taiwanSanxia, 17 Juli 2013. Tepat sekitar pukul 09.38 rombongan penjenguk Detentin Center (DC) Sanxia telah berada di ruang pertemuan. Ruangan seluas 10 x 12 m itu menjadi saksi bisu pertemuan kami. Hanya butuh sekitar 8 menit untuk mempersiapkan semuanya. Menata meja dan kursi, petugas membagikan nametag kepada pengunjung, serta penataan barang bawaan yang sengaja dibawa untuk dibagikan.

Rombongan yang hanya berjumlah 5 orang ini dikawal ketat oleh petugas imigrasi. Haji Aslam, sebagai seseorang yang sudah berpengalaman dalam menjenguk dan memiliki link akses masuk ke dalam penjara, menjadi guide. Rombongan terdiri atas Pak Zulhendri dari PKPU, Ustad Saeroji Hasan sebagai Ustadz Duta Ramadhan PKPU, Bu Yessi Mulyani dan Mbak Nikmah dari Salimah, serta Laili dari FORMMIT Utaratu.


Awal dari sebuah cerita…

Bukit Sanxia yang sangat memikat. Begitu elok dan rupawan. Dibalik kerupawanannya, Bukin Sanxia menyimpan sebuah peristiwa bersejarah dan mengandung kisah. Menyisakan kenangan kelam untuk sebagian orang. Dan segelintir orang itu adalah orang ‘pilihan’ dan mereka adalah saudara kita. Saudara setanah air yang berada di tanah rantau, Taiwan.

Pada salah satu kompleks bangunan di bukit Sanxia itu, terdapat sebuah gedung tinggi. Pada gedung itulah, saudara-saudara kita tinggal. Yang tercatat sebagai seorang tahanan. Mereka telah tercatat sebagai tahanan imigrasi Pemerintah Taiwan. Dan satu demi satu, mereka mulai mendekam dan menempati sel-sel tahanan.

Mengapa mereka ada di sana?

Tentu ada alasan mengapa mereka menjadi seorang tahanan. Karena mengingat kedatangan mereka ke Taiwan adalah untuk bekerja, bukan sebagai narapidana. Menjadi seorang tahanan imigrasi, tentu berbeda dengan menjadi tahanan penjara biasa. Kasus yang menjerat mereka tentu saja seputar ‘kejahatan’ imigrasi.

Kebanyakan alasan penahanan mereka adalah karena status mereka sebagai TKI kaburan. Istilah ini sudah umum digunakan sebagai sebutan untuk BMI (Buruh Migran Indonesia) yang kabur dari majikan. Alasan mengapa mereka kabur juga beragam; tidak bertugas sebagaimana yang tertulis di kontrak, tidak mendapatkan gaji atau hak-hak sebagai pekerja, atau tidak mendapatkan perlakuan yang baik dari majikan. Dan mereka menganggap dengan menjadi BMI kaburan adalah jalan terbaik untuk lari dari majikan.

Kunjungan kami pagi ini…

Singkatnya, setelah para tahanan yang notabene ex-TKI dan TKW itu berkumpul di tempat yang telah ditentukan. Sangat miris, mereka berpakaian kaos merah menyala dengan tulisan di punggung (menggunakan Bahasa Mandarin J). Layaknya seragam tahanan sungguhan. Bedanya, bagi tahanan laki-laki mengenakan celana pendek dan tahanan wanita menggunakan celana panjang. Warnanya senada, hijau muda. Mereka datang berkumpul tidak dengan tangan kosong, melainkan dengan membawa bangku kecil yang terbuat dari plastik untuk duduk. Memang, kami bukan pengunjung pertama yang menjenguk mereka.

Setiap pengunjung yang melakukan kunjungan terhadap tahanan, hanya diberi waktu jenguk sekitar 45 menit hingga 1 jam saja. Dalam waktu sesingkat itu, kami harus bisa memaksimalkan kunjungan. Dan tidak boleh menyia-nyiakan setiap detiknya. Nampak dari gurat wajah mereka yang lelah dan letih, ada secercah kebahagiaan saat kami datang menjenguk.

Jumlah tahanan yang berkumpul 64 orang. Memang tidak banyak jumlahnya, jika kita bandingkan dengan jumlah tahanan imigrasi di Yilan, salah satu DC yang menampung lebih banyak tahanan imigrasi. Dari jumlah total, hanya 12 orang tahanan laki-laki. Sisanya adalah narapidana wanita. Yang miris, dari semua tahanan wanita imigrasi di Taiwan, tidak diperbolehkan untuk mengenakan kerudung dan menutup aurat. Sehingga untuk pakaian keseharian, mereka harus mengikuti peraturan dari petugas.

Acara kunjungan dibuka oleh Pak Zul, kemudian tausiyah disampaikan oleh Ustadz Saeroji Hasan, Lc yang juga sekaligus pengasuh Pondok Tahfidz Qur’an Darul Huffadz, Kuningan, Jawa Barat. Tausiyah hanya disampaikan dalam kurun waktu 25 menit. Ustadz yang asli Indramayu, Jawa Barat ini memberikan tausiyah sarat akan makna dan padat isi.

pkpuUstadz Saeroji memberikan motivasi kepada para tahanan untuk tidak putus asa. Dan juga memberikan penekanan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Beliau mengambil contoh dalam sirah Islam, Nabi Yusuf as yang juga pernah masuk bui penjara. Dikisahkan bahwa setelah masuk penjara, beliau as malah mendapatkan derajat yang tinggi. Para tahanan menjadi sedikit terbuka dan mulai menikmati siraman rohani.

Lanjut kepada kisah selanjutnya, beliau juga menyinggung tentang kisah nyata yang sedang terjadi saat ini. Bahwa orang nomor satu di Mesir, Presiden Mursi, juga masuk penjara. Beliau menjadi tahanan di negaranya sendiri akibat kudeta dari militernya. Namun apakah beliau putus asa? Tidak! Dengan apik Ustadz Saeroji menambahkan kisahnya. Berbeda dari pejabat yang masuk jeruji besi, Presiden Mursi hanya meminta 2 hal sebagai ‘teman’: sajadah dan Al Qur’an.

Berangkat dari kisah Mursi, ustadz menekankan kepada para tahanan agar selalu dekat dengan Allah. Bahwa menjadi tahanan adalah sama dengan mendapatkan waktu emas untuk dekat kepada Allah. Karena saat berada di penjara, kita bisa berlama-lama untuk bermuhasabah (introspeksi diri) dan juga memperbanyak waktu ibadah. Juga menambah interaksi kita dengan Al Qur’an, kalam mulia yang datang langsung dari Allah Ta’ala.

Jadi tidak ada istilah bahwa orang yang masuk penjara atau orang yang pernah menjadi tahanan, tidak bisa berprestasi. Bisa jadi ketika di penjara, mereka meng-upgrade diri dan potensi. Sehingga saat mereka keluar dari tahanan, akan lahir pula insan-insan baru yang telah bertaubat dan memiliki kepribadian mumpuni.

Mengakhiri tausiyahnya, Ustadz Saeroji mengajak para tahanan untuk berdzikir dan berdoa bersama. Juga berpesan agar para tahanan tetap dekat dengan Allah SWT. Banyak-banyak berdoa agar Allah memudahkan pembebasan mereka.

Setelah doa bersama, saatnya membagi barang bawaan kami kepada para tahanan. Haji Aslam membawa beberapa mukena yang dibagikan kepada para tahanan wanita. Selain itu PKPU dan SALIMAH juga membagikan Al Qur’an, makanan, dan juga kurma untuk berbuka.

Tanda apresiasi kepada tahanan yang istiqamah melaksanakan solat 5 waktu, seorang narapidana pria mendapatkan satu buah sarung untuk salat. Serta mukena untuk narapidana wanita yang juga istiqamah melaksanakan solat 5 waktu. Untuk pembagian mushaf, diusahakan untuk setiap kamar atau kelompok memiliki 1 Al Qur’an. Selain itu PKPU juga memberikan 2 buah buku yang mengisahkan tentang kisah-kisah heroik pahlawan PKPU di tengah bencana alam, sebagai pengobar semangat para tahanan.

Sambil menyerahkan barang bawaan kepada mereka, kami menanyakan berapa lama mereka berada di DC Sanxia. Rata-rata mereka sudah menghuni lebih dari 1 bulan. Namun ada juga yang baru ditahan seminggu. Dan mereka sangat berharap agar bisa segera keluar dari sana.

Untuk keluar dari DC Sanxia, dibutuhkan 2 hal: uang tebusan kepada pihak penjara dan juga tiket pulang ke Indonesia. Hal ini tidak menjadi masalah jika narapidana memiliki uang. Akan menjadi masalah besar jika mereka tidak memiliki simpanan sama sekali. Jika mereka tidak memiliki uang, mereka tidak akan bisa keluar sama sekali dan menjadi tahanan imigrasi abadi. Sekurang-kurangnya untuk benar-benar bebas, masing-masing tahanan harus menyiapkan dana 20.000 NTD!

Banyak dari tahanan yang memiliki sedikit simpanan, namun bingung untuk mencari tambahan uang untuk melunasi tanggungan mereka. Sedangkan ada segelintir tahanan yang memiliki cukup simpanan dan hanya membutuhkan sedikit tamhanan uang lagi.

Sebagai kata-kata terakhir dari Pak Zul, beliau berpesan agar para tahanan tetap mempertahankan keimanan meski dalam kondisi sulit dan lemah. jangan sampai terpedaya oleh rayuan misionaris yang mengajak mereka untuk murtad dan berpindah agama. Pertahankan iman meski dalam jeruji tahanan!

Secuil harapan di tengah Ramadhan…

Dalam jeruji mereka terus berharap. Bahwa kebebasan akan berpihak kepada mereka suatu saat nanti. Dalam dekapan Ramadhan ini, besar harapan mereka untuk bisa berlebaran di tanah air tercinta. Kerinduan kepada sanak saudara sudah tak terbendung. Juga kekangan penjara yang membatasi hubungan mereka dengan dunia.

Terselip sebuah doa kecil, agar mereka semua bisa segera bebas, menjejakkan langkah kaki untuk kehidupan baru, yang lebih baik.
Hanya sekitar 45 menit kami menjumpai wajah-wajah mereka. Pukul 10.17 kami meninggalkan ruangan dan bersiap pulang. HSR membawa kami kembali ke Taipei tepat pukul 12.00 siang. [Laili Fitriani]

Sumber http://utaratu.wordpress.com/2013/07/18/setitik-asa-dari-bukit-sanxia/

Leave a Reply