Anak-anak makhluk yang tercipta dengan sempurna. Mereka memiliki banyak potensi dan kecenderungan, termasuk kecenderungan seksual. Biasanya kecenderungan seksual akan muncul pada usia-usia tertentu, anak-anak mulai memiliki ketertarikan dengan lawan jenisnya.
Setelah anak mencapai usia kematangan seksual, yang ditandai dengan mimpi basah pada anak laki-laki dan menstruasi pada anak perempuan, mereka telah memiliki kemampuan reproduksi. Pada usia ini anak-anak sudah dianggap dewasa dan akan dimintai pertanggungjawaban atas semua perbuatannya.
Orang tua berkewajiban untuk mendidik dan mengarahkan kecenderungan seksual mereka sejak dini, agar anak-anak dapat berkembang dengan baik, terhindar dari perilaku seks beresiko, atau dari penyimpangan seksual.
Hanya saja ada beberapa hal yang seringkali dilupakan orang tua terkait pendidikan seks anak-anak. Berikut kesalahan-kesalahan itu:
- Tidak membiasakan anak meminta izin saat memasuki kamar orangtua
Anak-anak, terutama anak usia dini, terbiasa berlari-lari dan menjelajah ke seluruh ruangan di dalam rumah. Membiasakan mereka untuk meminta izin saat memasuki kamar orang tua memang bukan hal yang mudah, dibutuhkan kesabaran, mengingatkan terus-menerus hingga anak terbiasa.
Pada anak usia dini, sebaiknya diajarkan untuk meminta izin pada waktu-waktu tertentu ketika kedua orang tua biasa beristirahat di dalam kamar. Misalnya pada waktu sebelum subuh, saat orangtua tidur siang, atau setelah isya.
Sedangkan untuk anak yang sudah mencapai usia kematangan seksual dibiasakan untuk meminta izin setiap saat akan memasuki kamar orang tua.
Tujuannya agar anak tidak masuk kamar dengan tiba-tiba dan melihat kedua orang tua dalam keadaan yang tidak pantas untuk dilihat. Pemandangan yang tidak sengaja terlihat itu dapat merusak jiwa anak-anak.
- Tidak mencegah anak dari rangsangan seksual
Di era serba digital, rangsangan seksual datang dari berbagai arah. Televisi, internet, ponsel pintar, bahkan video game tidak sepenuhnya aman, orang tua perlu mendampingi mereka.
Tetapkan aturan bersama tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan saat berinteraksi dengan kecanggihan teknologi. Berdasarkan data dari Kemenkominfo fakta mengejutkan terungkap, saat ini Indonesia menduduki peringkat pertama negara pengakses video porno.
Menurut psikolog Baby Jim Aditya, sebanyak 68% siswa SD sudah pernah mengakses situs porno.
Anak-anak yang terpapar gambar atau video yang mengandung unsur seksual berpotensi kecanduan. Mereka akan terus mencari kepuasan dengan melihat gambar dan situs porno, jika dibiarkan terus-menerus bukan tidak mungkin anak-anak mencari pelampiasan dengan cara yang salah, dan menggiring mereka ke perilaku seks beresiko hingga kelainan seksual.
Sangat penting bagi orang tua untuk selektif memilih tontonan yang sesuai dengan usia mereka.
- Tidak memisahkan tempat tidur anak
Jika memiliki lebih dari satu orang anak, orang tua perlu mempertimbangkan untuk menyediakan kamar bagi masing-masing anak. Jika tidak memungkinkan, sebisa mungkin memisahkan tempat tidurnya.
Pemisahan tempat tidur dapat dilakukan saat anak memasuki usia tujuh tahun, pada usia ini kecenderungan seksual mulai tumbuh. Jangan biarkan anak tidur di satu kasur dan satu selimut, kondisi ini dapat mempercepat tumbuhnya naluri seksual mereka.
- Membiarkan anak tidak menjaga pandangan dan memakai pakaian yang terbuka
Mata merupakan jendela yang menghubungkan anak dengan dunia luar. Anak-anak perlu mendapat bimbingan dari orang tuanya tentang apa yang boleh dilihat dan apa yang tidak boleh dilihat. Baik di dalam atau di luar rumah.
Jika memiliki anak laki-laki dan perempuan, mereka perlu diajarkan tentang batasan bagian anggota tubuh mana yang boleh terlihat. Saat di dalam maupun di luar rumah.
Bagi anak laki-laki, memakai pakaian yang menutupi tubuh terutama antara pusar hingga lutut.
Jika di dalam rumah hanya berisi keluarga inti-orangtua dan saudara kandung, anak perempuan boleh memakai pakaian yang memperlihatkan bagian tubuh yang biasa tampak, misalnya rambut, leher, tangan, dan kaki.
Anak-anak perempuan saat berada di dalam rumah sekalipun sebaiknya tidak memakai pakaian yang terbuka, ketat, atau menerawang, yang memperlihatkan bagian tubuh yang biasanya tertutup, misalnya paha dan dada.
Tujuannya untuk menghindari timbulnya rangsangan seksual saudara kandungnya yang laki-laki-terutama saat mereka memasuki usia remaja, atau anggota keluarga lain.
Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), jumlah kekerasan yang dialami anak pada tahun 2012 mengalami peningkatan. Beberapa kasus diantaranya merupakan kasus perkosaan yang dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan darah (incest)-antara ayah dengan anak di bawah umur, kakak dengan adik, atau bahkan ibu dengan anak kandungnya sendiri.
Kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandung sebanyak 17 kasus. Kasus-kasus yang terdata mungkin lebih sedikit dibandingkan dengan kasus yang sebenarnya terjadi. Biasanya pada kasus incest hanya sedikit keluarga yang melaporkan, karena dianggap membuka aib.
- Tidak memberi tahu anak tentang tanda-tanda kematangan seksual
Setelah anak memasuki usia yang diperkirakan akan matang secara seksual, orangtua perlu memberi bimbingan tentang tanda-tanda kematangan seksual mereka. Beberapa anak merasa segan menceritakan hal-hal yang terkait seksualitas kepada orangtuanya.
Sebaiknya orangtua berperan aktif memberi pemahaman yang benar, agar anak lebih siap menghadapinya. Mereka juga perlu mengetahui tugas dan tanggung jawab yang harus mereka laksanakan setelah mencapai usia kematangan tersebut.
- Tidak memberi pemahaman tentang bahaya seks bebas
Seks bebas saat ini menjadi momok yang sangat menakutkan. Berdasarkan data yang dirilis oleh BKKBN, 46% remaja berusia 15-19 tahun sudah pernah berhubungan seksual.
Sebuah penelitian yang dilakukan Komnas PA terhadap perilaku seks di kalangan remaja SMP dan SMA, menunjukkan fakta yang juga mengejutkan, dari 4.726 responden, 97% mengaku pernah menonton video porno dan 93,7% mengaku sudah tidak perawan.
Orang tua memiliki peranan penting dalam menjaga anak-anaknya agar terhindar dari seks bebas, membentengi mereka dengan norma-norma agama dan sosial, memberi pemahaman akan bahaya seks bebas, menjalin hubungan yang hangat dengan anak, dan memantau pergaulan mereka bisa menjadi solusi agar anak tidak terjerumus perilaku seks bebas.