Efek Dimensi Takwa Kun dan Hum

by -1228 Views

 

Bulan suci Ramadhan telah berlalu. Ia takkan ditemui kecuali setelah 11 bulan berlalu kembali. Harapan membuncah di dasar sanubari, semoga Engkau berkenan memasukkan hamba ke dalam golongan yang akan bertemu kembali dengan bulan yang dirindu dan disenangi.

Kerinduan seakan tak pupus oleh berlalunya waktu. Refleksi diri terhadap paket ayat tentang puasa di Bulan Ramadhan terdapat di akhir ayat 183 Surah Al Baqarah dan akhir ayat 187 di surah yang sama. Yakni tercapainya taqwa sebagai tujuan asasi dari pelaksanaan ibadah puasa, “La’allakum tattaqun dan La’allahum yattaqun.”

Menukil pendapat Prof.Dr.Wahbah az Zuhaili tentang makna taqwa dimaksudkan menghindari maksiat. Puasa bisa mematahkan syahwat, mengekang hawa nafsu, mencegah kesombongan serta perbuatan keji dan menyepelekan kenikmatan dunia yang selama ini cenderung diagungkan oleh manusia. Ketika maksiat terhindari, maka yang muncul adalah berbagai ketaatan kepada Allah Ta’ala yang seringkali nampak bak jamur di musim hujan di saat Ramadhan, yang kemudian dikenal sebagai bulan panen kebaikan.

Yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut adalah taqwa sebagai tujuan agung yang nilainya hanya bisa disadari oleh orang-orang yang beriman. Namun taqwa sebagai tujuan bukan semata-mata berefek bagi peserta didik sekolah Ramadhan (efek ‘kum)’, namun capaian tersebut dikehendaki berefek pula bagi masyarakat sekelilingnya, bahkan dalam cakupan yang lebih luas di seluruh penjuru dunia (efek ‘hum’).

Puasa Ramadhan sebagai refleksi sekolah bagi seluruh lapisan umat manusia, berfungsi dalam mendidik jiwa agar bertaqwa. Hal ini bisa terwujud diantaranya dalam bentuk rasa takut kepada Allah Swt, Dzat yang tidak pernah lalai terhadap mahluk-Nya. Ibadah yang satu ini memang tidak nampak kualitasnya di hadapan manusia, namun sangat jelas bagi-Nya. Bayangan nikmat minum di tengah terik matahari dan makan di siang hari, rela dihindari karena ingat kepada pantauan Ilahi (QS. Al A’raaf : 201)

Berkurangnya pengaruh dan kendali syahwat saat berpuasa menjadikan orang yang berpuasa memiliki daya tahan yang tinggi, daya juang yang besar, tidak gila hormat, popularitas dan pencitraan. Juga tidak mudah terpengaruh rayuan, hasutan dan bujukan yang bisa menipu diri yang acap berharap hormat dan penghargaan. Hal ini bisa menjerumuskan seseorang ke perilaku buruk, amoral, tidak senonoh dan jauh dari nilai kebaikan. Dengan berpuasa, yang muncul justru sifat sabar, ikhlas, mandiri dan penuh tanggung jawab.

Puasa dapat menyuburkan perasaan peka dan melahirkan rasa kasih sayang. Mendorong seseorang untuk menolong dan memberi, tidak melulu berharap menerima. Rasa lapar dan dahaga yang dirasakan saat berpuasa mendorong seseorang untuk berinisiatif dan bersikap proaktif. Tidak tinggal diam dan menunggu bantuan orang lain.

Dibalik perintah puasa yang bersifat menyeluruh bagi orang yang beriman, menjadi wujud konsep persamaan antara si kaya dan si miskin, antara yang berpangkat dan rakyat biasa, sama-sama berada di bawah instruksi puasa, dengan ketentuan yang sama. Yakni dilarang makan, minum serta berjima’ di siang hari hingga adzan maghrib berkumandang.

Dengan rentang waktu berpuasa, berbuka dan sahur dapat melatih disiplin, berperilaku hidup hemat dan belajar menahan keinginan hingga waktu berbuka. Disamping puasa juga berefek pada kesehatan fisik, rohani dan sosial.

Efek ketaqwaan yang telah dicapai sebagai hasil pesantren Ramadhan tersebut, sekaligus menjadi barometer peningkatkan taqwa pada seseorang. Manfaat tersebut tidak hanya pada kalian yang berpuasa (efek ‘kum), namun sangat diharapkan pengejawantahannya meluas sampai pada level kemanusiaan, kenegarawanan, kebangsaan dan keumatan (efek ‘hum’). Mari berlomba-lomba perluas efek ketakwaan hingga lebih banyak dirasakan manfaatnya oleh umat manusia, sehingga bisa mencapai sabda Rasul Saw, “sebaik-baik manusia yang paling banyak memberi manfaat bagi sesame.” Allohu a’lam bish showab

By : Siti Faizah (19/7/2016)