Belajar dari Fir’aunisme dan Pemuda Musa

by -8678 Views
 Oleh: Ustadzah Nurhamidah, Lc, M.Ag
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT agar kita mengambil pelajaran, ada yang menarik dari Surah Yaasin:13 – 27.
Sebuah kisah fenomenal yang tercatat dalam Al-Qur’an tentang kekafiran kaum, yang kepada mereka sudah diutus 3 rasul, dengan kekerasannya mereka menolak bahkan menghina utusan.
Lalu Allah ingin melihat, siapakah diantara kaum tersebut yang akan menolong utusan (nabi) tersebut.
Alkisah, ada seorang pemuda dari pinggiran kota yang mengingatkan kaumnya untuk membenarkan dan mengikuti ajaran utusan tersebut.
Pemuda tersebut akhirnya meninggal setelah dibunuh penguasa dari kalangan kaumnya. Tapi menurut Allah kematiannya tidak sia-sia, dia bahkan dipersilakan oleh Allah untuk masuk ke surga.
Mudah bagi Allah untuk mengazab kaum itu, Allah tidak perlu mendatangkan pasukan dari langit, tapi hanya satu tiupan saja.
Di dalam Surah Al Qashas[28] : 3 – 6, ada kisah bagi orang-orang beriman. Allah mengajarkan kepada kita bahwa pemimpin kafir yang menginjak-injak kaum muslim akan diganti oleh Allah.
Nabi Musa bersama dengan Nabi Harun, diutus Allah untuk mengingatkan Fir’aun. Pemimpin yang congkak, zhalim, dan menghina Allah. Kisah Fir’aun sangat cocok dengan kondisi kita saat ini,  perlu ‘Musa’ dan ‘Harun’  untuk menghadapi penguasa yang zhalim.
 Tentang Fir’aun, Al-Qur’an mengisahkan dalam surah Al Qashash : 4, Fir’aun adalah ikon penguasa yang kejam.
Allah mengabadikan jasad firaun. Hal itu termaktub dalam surah Yunus:90-92, salah satu hikmah diselamatkannya jasad Fir’aun agar kita mengambil pelajaran.
Peringatan untuk kita, akan hadir ‘Firaun’ kontemporer, yang penyesalannya datang di akhir kehidupan. Mari kita perhatikan surah Ghafir [40]:45-46. Allah sudah diperlihatkan azab-Nya terhadap Fir’aun ketika masih hidupnya. Padahal Fir’aun memiliki tentara yang kuat.
Rasulullah saw bersabda, “Segeralah kalian beramal sholeh sebelum datang 6 perkara: pengangkatan pemimpin-pemimpin yang bodoh, banyaknya jumlah polisi, jual beli jabatan, tidak ada penghargaan terhadap nyawa, pemutusan silaturrahim, orang-orang mabuk yang menjadikan Al Quran sebagai nyayian
(Hadits dikeluarkan Thabrani, jam’iush shaghir: 3120)
Fir’aun tidak sendirian, tapi bersama para penjilat;
Diantaranya ada Haman, surah A-lAnkabut[29]:39 mengisahkan karakternya, dia sombong, tidak mau mendengar Musa, tapi menurut kepada Fir’aun. Perintah Fir’aun kepada Haman untuk membangun Piramid. Dengan tujuan untuk melihat Tuhannya Musa. Haman berusaha mencari ‘ridho’ Fir’aun  walau dia tahu bahwa itu tidak mungkin
Adapula Qarun. Pengusaha yang zhalim dan selalu didukung oleh pengusaha. ‘Qorun’ kontemporer sudah banyak. Pengusaha-pengusaha yang zhalim. Kita harus berhati-hati,  jangan sampai ada sifat sombong dalam diri kita, mengucapkan kalimat yang membuat Allah murka semisal Qarun,”Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.”
Tokoh Samiri hadir sebagai  provokator. Dalam surah Thaha: 85-97, seorang provokator beras dari orang yang ditokohkan, yang menjadi panutan. Samiri menjadi provokator di tragedi 40 malam Bani Israel. saat Bani Israel dapat melihat kekuasaan Allah, manna wa salwa, dan masih banyak lagi
keinginan lebih mereka, ingin melihat Allah. Lalu Allah berfirman, “Musa, jika engkau bisa tetap berdiri tegak di atas gunung, maka Aku akan memperlihatkan diri-Ku”
Kembalilah Musa kepada kaumnya, ternyata kaumnya membuat ‘Tuhan’.  Dia sempat menyalahkan saudaranya Harun. Samiri adalah contoh tokoh pemecah belah umat. Tokoh luar biasa, yang  membuat orang kagum.
Bagaimana kita cara menghadapi mereka? Jawabannya ada di dalam surah Al Qashos :7
Ibu Nabi Musa. Kesholehannya berkomunikasi langsung dengan Allah. Walau diberi solusi keberlangsungan hidup anaknya, Musa. Tapi dia tidak hanya berdiam diri. Ada usaha dilakukan. Membuat peti yang nyaman, hangat dan kokoh.
Asiyah, ibu angkat Musa, istri Fir’aun yang mendidik Musa menjadi negarawan yang tangguh, kuat.
Saudara perempuan Musa. Ibunya Nabi Musa tidak mau masuk surga sendirian. Tapi melibatkan keluarganya. Menyuruh anaknya untuk mengikuti
Istri Nabi Musa yang ditinggalkan 10 tahun.  8 tahun kerja, 2 tahun kerja sebagai mahar. Ibunya memerintahkan untuk kembali berdakwah kepada Fir’aun. Sebagai istri dia setia menemani suaminya.
Saudara ipar. Tidak pernah ada masalah dalam kehidupan Nabi Musa dengan iparnya walau hidup di rumah yang sama. Wanita-wanita ini tidak pernah menjadi penonton, tapi menjadi pelaku sejarah.
Segeralah melakukan amal Saleh sebelum datangnya enam perkara: “Pengangkatan pemimpin-pemimpin yang bodoh, banyaknya jumlah polisi, jual beli jabatan, tidak ada penghargaan terhadap nyawa, pemutusan silaturahmi, orang-orang mabuk yang menjadikan al-Qur’an sebagai nyanyian, dimana mereka mendahulukan seseorang diantara mereka supaya mereka menyanyikannya, walau orang tersebut yang paling sedikit ilmunya”. (HR. Thabrani, Al-Jamiush Shaghir: 3120)