by -1931 Views

Peringatan hari ibu yang diawali oleh Kongres Perempuan Indonesia Pertama, pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta, diikuti oleh 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Dengan tujuan memperjuangkan hak-hak perempuan, terutama dalam bidang pendidikan dan pernikahan. Perempuan sangat tertinggal di bidang pendidikan, sangat sedikit dari kaum perempuan yang bersekolah. Masalah dalam pernikahan di masyarakat Indonesia tergambar antara lain dalam Roman Siti Nurbaya.

Kongres pertama diinisiasi oleh tujuh organisasi, antara lain Wanita Taman Siswa, Wanito Tomo, JIBDA, Jong Java Bagian Wanita, Wanita Katholik, Aisyiyah dan Poetri Indonesia. Lahirnya kongres perempuan telah mendorong pertumbuhan organisasi perempuan di Indonesia. Hingga kini, Kowani sudah beranggotakan 90 organisasi perempuan seluruh Indonesia, termasuk ormas Persaudaraan Muslimah (Salimah).

Perjuangan mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan bukan untuk pertama kalinya di Indonesia. Sejarah umat di masa lalu telah memperlihatkan sumber yang autentik, Al Qur’an menceritakan semangat juang pada kaum perempuan semenjak wanita pertama yang menghuni bumi, Bunda Siti Hawa setia mendampingi Adam ‘alaihissalam. Peletak batu pertama bangunan Baitul Maqdis dan Ka’bah, kiblat kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman, “Karena itu, hendaklah orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat, berperang di jalan Allah…”(Qs. Annisa : 74).

Berlandaskan cinta dan harapan akan balasan di akhirat. Ibu generasi manusia memberi waktu, perhatian, pemikiran, dan kasih sayangnya kepada umat, bangsa dan negara. Semoga kecintaan terhadap akhirat daripada dunia, tetap menjadi penyemangat bagi muslimah dalam berkiprah di organisasi Salimah dan organisasi perempuan lainnya. Sebagaimana mayoritas Pejuang perempuan di Indonesia seorang muslimah. Sejarah mencatat nama, antara lain Ibu RA Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Cut Mutiah, Nyai Ahmad Dahlan, Laksamana Malahayati dan lainnya.

Islam, agama yang sangat menghormati kaum perempuan sebagai ibu. Kata ‘nisa’ disebutkan 54 kali dalam Al Qur’an. Menjadi nama bagi surat keempat, ‘Annisa’, fokus berbicara tentang kaum perempuan dengan inti sari keadilan dan kasih sayang. Dengan kata lain, ‘ketika seseorang mampu berbuat adil terhadap isterinya dan menyayangi keluarganya, maka ia akan mampu berbuat adil terhadap kaum yang lemah. Dengan demikian, Seorang pemimpin yang adil bermula dari rumah tangga dan keluarganya.

Sebagaimana surat ketiga, ‘Ali Imran’, menampilkan Maryam dan Ibundanya sosok perempuan ideal, teladan bagi muslimah mengantarkan kaum perempuan menuju kemulian (Qs. Ali Imran: 35). Perempuan sebagai ibu yang berjuang di tengah keluarganya, menyiapkan kebutuhan sehari-hari suami dan anak-anaknya, mendidik dengan cinta, menguatkan hati, mencurahkan pikiran, mengharapkan kebaikan bagi masa depannya. Hakekatnya tiada generasi kecuali terlahir dari rahim ibu. Mahabenar Allah Ta’ala meletakkan mayoritas ayat yang berbicara tentang perjuangan tercantum dalam surat Annisa’.

Di sisi lain, Allah Ta’ala berkenan menjadikan Muhammad SAW sebagai sosok ayah, dengan keturunan lelaki dan perempuan. Dengan kehendak-Nya pula, ia mewafatkan putera beliau dan menghidupkan puteri beliau hingga sampai pada usia dewasa dan menikah. Di tengah pemikiran jahiliyah yang berkecamuk di masyarakat Arab saat itu, Beliau SAW memperlihatkan sosok ayah yang justru memuliakan empat puterinya. Mendidik mereka dengan penuh kasih sayang, mengenyahkan pelanggaran hak asasi manusia, membunuh hidup-hidup anak perempuannya yang dianggap lumrah di tengah kaumnya. Pendidikan yang didasari nilai-nilai kebaikan tertanam dalam lubuk hati, membuat mereka tumbuh menjadi wanita tangguh dan cemerlang. Zainab binti Muhammad terus berupaya menyadarkan suaminya hingga bertemu kembali dalam keimanan kepada-Nya. Ruqayyah dan Ummu Kultsum rela diceraikan suaminya, untuk memilih Islam sebagai agamanya. Fatimah sangat dikenal dengan kasih sayang, perhatian dan kelembutan hatinya dalam mendukung dakwah ayahnya.

Rasulullah SAW dengan keutamaan sebagai nabi penutup, memperlihatkan sikap dan perilaku yang memuliakan kaum perempuan. Sejarah kenabian telah mencatat 11 wanita sholihah yang dikehendaki-Nya sebagai pendamping yang berhak dengan gelar ‘Ummahatul mukminin’, ibu bagi orang yang beriman. Khodijah binti Khuwailid RA, pengusaha sukses mendukung secara moril dan materiil di masa awal dakwah yang penuh kesulitan, hingga Allah SWT bangunkan rumah di surga, mendapatkan salam dari Dzat yang Mahapencipta sebagai bukti keridhaan-Nya. Zainab binti Jahsy RA, pengusaha yang terampil menyamak kulit, melubangi kulit dan bersedekah dengannya di jalan Allah Ta’ala. Suatu saat Umar RA bertanya kepada Shafiyah binti Huyai RA, ia berkata, “adapun hari Sabtu, sungguh aku tidak lagi mencintainya sejak Allah Ta’ala memberi ganti kepadaku dengan hari Jum’at. Sedang orang-orang Yahudi, sungguh aku mempunyai sanak kerabat pada mereka, jadi aku tetap silaturahim dengan mereka.”

Nabi SAW bersabda kepada Umar RA, ‘sesungguhnya Zainab binti Jahsy RA adalah awwahah, wanita yang khusyu’ dan merendahkan diri. Aisyah RA bersaksi tentang kebaikan Zainab RA, “Aku tidak pernah melihat wanita yang lebih baik agamanya, lebih bertakwa kepada Allah, lebih jujur bicaranya, lebih menyambung silaturahim, lebih banyak sedekah, lebih serius mencurahkan diri dalam amal perbuatan yang ia bersedekah dengannya, bertaqarrub dengan amal perbuatan tersebut kepada Allah daripada Zainab.” Aisyah RA yang cerdas dan tekun turut meriwayatkan 2210 hadits dari Rasulullah SAW. Sebanyak 297 hadits termaktub dalam Kitab Shahih Bukhari Muslim. Zainab binti Khuzaimah RA sangat peduli terhadap kaum lemah, dijuluki ibu orang-orang miskin. Maimunah binti Al Harits RA wafat di kemah Perang Al Harrah.

Mereka adalah perempuan, putri terbaik dan ibunda orang beriman. Mengukir sejarah dengan tinta emas penuh kenangan, patut menjadi teladan bagi ibu sepanjang zaman, melahirkan generasi cemerlang dengan iman, ilmu dan amal kebaikan serta kebajikan. Terus menginspirasi para ibu dalam keseharian di medan kehidupan. Tuhan… bimbing kami agar menjadi generasi yang bisa menghormati dan menyayangi ibu, menghargai perjuangannya walau tidak akan bisa membalas budinya. Setidaknya menjadi generasi yang bisa memaknai perjuangan ibu selamanya.

Siti Faizah Ketua Umum PP Salimah

https://chanelmuslim.com/kolom/memaknai-perjuangan-ibu