Siti Faizah – Ketum PP Salimah
Ada banyak cara orang menilai suatu buku yang menunjukkan bobot penulisan. Daya tarik susunan kalimat, informasi dan pesan di dalamnya. Barangkali ada buku yang hanya cukup dibaca bagian pentingnya saja, separuhnya bahkan keseluruhannya. Namun tidak ada buku yang setiap hari dibaca, bahkan diulang-ulang dan tidak pernah bosan. Karakter demikian hanya dimiliki oleh Al Qur’anul Karim. Tidak ada pada seorang beriman yang pernah merasa bosan dalam membaca, mengulang-ulang dan mempelajari Al Qur’an.
Jika ada yang bertanya berapa kali Al Qur’an dibaca, setiap orang tentu bisa memberi jawaban beragam. Inilah esensi keimanan seseorang terhadap Al Qur’an. Keindahan susunan kata dan kalimat dalam Al Qur’an terasa hidup. Mampu menghilangkan kejenuhan dalam mengulangi bacaan ayat demi ayat. Ada yang bisa dirasakan oleh jiwa. Seakan sesuatu yang baru dalam jiwa, hidup dan dinamis.
Hal ini akan lebih dirasakan oleh orang-orang beriman yang memahami dan berusaha lebih untuk memahami bahasa Arab. Setiap kali mengungkapkan persoalan, seolah-olah seperti baru diungkap. Menurut Muhammad Quthb, “inilah kemukjizatan cara penyampaian Al Qur’an sebagai tujuan. Pada waktu bersamaan juga sarana mencapai tujuan lain.
Sedangkan Ahmad Deedat mengungkapkan bahwa diantara mukjizat Al Qur’an dari sisi informasi, berupa penyajian yang dapat menarik perhatian masyarakat luas dari berbagai kalangan. Dibalik ayat-ayat serupa yang terdapat dalam Al Qur’an, maka bukan bentuk pengulangan yang tidak bermakna. Antara satu ayat dengan ayat yang lain saling mendukung, melengkapi informasi dan sarat makna. Biasanya ayat serupa juga berarti penekanan bobot dari sisi konten dan pelajaran yang sarat makna.
Meski ayat tersebut serupa, namun tidak bertentangan satu sama lain. Ini pula yang merupakan sisi penyerahan manusia bahwa Al Qur’an berasal dari Allah. Tidak ada campur tangan pada manusia atasnya. “Kalau kiranya al Qur’an itu bukan dari sisi Allah Ta’ala, tentulah mereka akan mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Qs. Annisa:82)
Al Qur’an merupakan mukjizat terbesar dan terlama. Terlihat dari gaya bahasa, susunan kata yang rapi dan orisinalitas pesannya (Qs.Huud : 1). Sebagaimana para ulama memberi perhatian terhadap mukjizat Al Qur’an dari sisi bayan (cara penyampaian). Disinilah tantangan Al Qur’an diletakkan di masa keemasan sastra Arab.
Untuk mengungkap mukjizat dari struktur gaya bahasa, maka yang paling tepat menerima tantangan adalah para penyair, ahli retorika, dan sastra Arab yang hidup semasa dengan Muhammad Saw. Di saat dan di tempat Al Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan. Sebagaimana diketahui bahwa Musailamah yang dikenal dengan julukan ‘Al Kadz-dzab’. Si pendusta telah mencoba membuat yang serupa dengan ayat atau surah al Qur’an, namun usahanya sia-sia. Waheeduddin Khan dalam Buku Islam Menjawab Tantangan Zaman menceritakan Lubaid bin Rabi’ah, ahli syair kenamaan yang berteriak dengan spontan saat membaca ayat Al Qur’an yang diletakkan di sisi syair terbaiknya dekat pintu Ka’bah, “Demi Allah, ini bukan kata-kata manusia dan saya termasuk orang yang menyerahkan diri (Islam).”
Selanjutnya upaya serupa pernah dicoba oleh sekelompok zindik yang merasa tidak senang terhadap pengaruh Al Qur’an kepada masyarakat. Mereka menawarkan proyek pembuatan kitab semisal Al Qur’an kepada Abdullah Ibnul Muqaffa’. Sastrawan besar dan penulis terkenal dengan tempo kerja setahun, dengan menanggung seluruh beban hidupnya. Enam bulan berjalan, mereka mengevaluasi hasil kerja sastrawan asal Persia itu. Didapatinya sedang duduk memegang pena, tenggelam dalam alam pemikiran. Kertas-kertas tulis bertebaran di lantai yang kemudian dirobek-robek. Ia pun menyerah dan memutuskan perjanjian. Ternyata proyek menjawab tantangan Al Qur’an gagal lagi. Perbuatan menjadi sia-sia, dana terkuras cuma-cuma, hasilnya nihil.
Al Qur’an turun bukan berdasarkan urutan surat, namun dilandasi kebutuhan dakwah. Jawaban atas pertanyaan, solusi bagi permasalahan dan sebab lainnya. Perbedaan urutan saat nuzul dengan urutan penulisan dalam mushaf bagian dari mukjizat yang banyak mengandung hikmah. Sebagaimana Dr.Muhammad Mahmud Hijazi menyampaikan dalam Buku Fenomena Keajaiban Al Qur’an, bahwa ‘Ketika menghimpun ayat-ayat yang berbeda-beda, baik waktu maupun tempat turunnya, kemudian diletakkan dalam satu surah. Sekalipun kandungan masing-masing ayat dalam suatu surah bisa bervariasi, namun tetap membentuk satu kesatuan, jalinan yang sempurna, dengan bunyi dan irama khusus pada masing-masing surah. Jika dikumpulkan seluruh ayat yang tersebar di semua surah yang berbicara tentang satu tema, niscaya akan terlihat gambaran yang utuh dan sangat harmonis. Itulah kemukjizatan yang melekat pada Al Qur’an, terefleksi pada setiap sudut kalimat, ayat dan surah’.
Harmoni Al Qur’an bisa dilihat dari jalinan huruf perhuruf yang nampak serasi dan mengajarkan hikmah mendalam. Sebagaimana Al Qur’an turun kepada Rasulullah Saw dengan cara dibacakan oleh Malaikat Jibril dalam keadaan bertajwid. Sungguh memperlihatkan pesona keserasian pada tatanan huruf demi huruf yang membentuk kata dan kalimat al Qur’an.
Dalam dimensi sosial, saat membaca huruf nun sukun atau tanwin kemudian bertemu dengan huruf-huruf idzhar, maka akan ditemui jalinan sikap yang jelas bagi seorang mukmin atas orang kafir. Kala berhadapan dengan huruf-huruf idghom, seperti tengah belajar dua sikap, yakni ada saat boleh melebur namun tidak tercebur atau melebur dan terikat pada kebaikan dan kebenaran yang datang dari Allah Ta’ala. Ketika bertemu dengan huruf-huruf ikhfa, bacaan nun sukun atau tanwin nampak samar dan begitu persuasif. Saat bertemu huruf-huruf iqlab seakan tengah belajar sikap berbaur, bacaan nun sukun atau tanwin seperti menyerupai huruf mim dalam membacanya. Mahabenar Allah dalam segala firman-Nya yang sangat menarik perhatian manusia tanpa batas masa. Allahu A’lam Bish shawab. (RA)