Penulis: Yaya Tazkiyah, PW Salimah DI Yogyakarta
Ketahanan keluarga adalah kemampuan keluarga dalam mengelola masalah yang dihadapinya berdasarkan sumberdaya yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan keluarga saat sekarang dan yang akan datang, sampai di masa pandemi dan pasca pandemi sekalipun.
Dalam membina keluarga bahagia, tentu setiap orang menginginkan adanya ketentraman dan kebaikan dalam kehidupan keluarganya. Hal ini sebagai ungkapan rasa sayangnya kepada keluarga, karena semua ungkapan sayang dan cinta ini merupakan sifat fitrah manusia yang sudah Allah berikan.
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (QS Ali ‘Imran:14).
Dalam hal ini, kebutuhan keluarga bahagia tersebut harus memenuhi dari tiga aspek penting yaitu, yaitu ketahanan fisik, ketahanan sosial, dan ketahanan psikologis.
Ketahanan fisik dalam mengawal keluarga bahagia sangatlah penting mencakup kepada kebutuhan primer dalam keluarga seperti terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan dan kesehatan.
Aspek fisik bisa kita sebut juga sebagai aspek material, yang mana ini merupakan komponen penting di dalam keluarga karena tubuh yang sehat terdapat jiwa yg kuat. karena di beberapa kasus ketidakharmonisan dalam keluarga memang sering dipicu karena adanya masalah kecil yang tidak terpenuhi dari salah satu ketahanan fisik tersebut.
Berdasarkan data yang diterbitkan Badilag MA, mayoritas penyebab perceraian didorong dua persoalan besar yang sering dialami dalam gugatan perceraian yaitu persoalan ekonomi dan perselisihan yang tidak berkesudahan mengarah kepada kekerasan seksual dalam membina mahligai rumah tangga yang sering kita kenal sebagai kekerasan dalam rumah tangga. bahkan Persoalan kurang tanggung jawab nya kepala keluarga dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga karena faktor terbatasnya kreatifitas dan keterbatasan ilmu bisnis sehingga data statistik mendapat angka yang cukup besar dalam banyak kasus perceraian.
Ketahanan sosial,merupakan sesuatu kebutuhan manusia normal dalam berinteraksi dengan sesama. bisa terlihat pada pembagian peran suami istri. kebutuhan dukungan untuk maju bersama semua anggota keluarga dan waktu kebersamaan dengan anggota keluarga, membina hubungan sosial yang baik, dan menjadi problem solving dalam penanggulangan masalah dalam keluarga tersebut.
Hal tersebut menunjukkan bahwa memang diperlukannya komunikasi positif dalam segala aspek di lingkungan keluarga untuk menunjang terpenuhinya ketahanan sosial. Apabila berorientasi pada nilai ibadah, maka komunikasi antar anggota keluarga akan berlangsung efektif dan harmonis. Islam juga mengajarkan nilai komitmen keluarga yang tinggi melalui sikap saling menjaga dan melindungi kehormatan keluarga.
أَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang di perintahkan,” (QS. At-Tahrim : 6)
Ketahanan psikologis, hal ini ditunjukkan apabila keluarga mampu menanggulangi masalah non fisik dengan melakukan pengendalian emosi secara positif. Di dalam konsep psikologis keluarga harus memperhatikan keselamatan seksualitas anak, sehingga tidak lagi terjadi kekerasan seksual pada anak.seperti sekarang marak adanya pelecehan seksual, pemerkosaan,kekerasan seksual yg selama ini kita abaikan, karena kita menganggap itu urusan negara. Padahal dalam basis penjagaan terkecil itu dimulai dari keluarga yang bahagia yg taat menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya itulah takwa yang sesungguhnya.
Dalam hal ini setiap kepala rumah tangga yang berperan sebagai tokoh di masyarakat hendaknya menolak draf RUU Penghapusan Kejahatan seksual.
Harus mempunyai komitmen bersama memberantas kejahatan seksual.
“Kita butuh undang-undang yang tegas dan komprehensif yang mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya bangsa bukan dengan peraturan yang ambigu dan dipersepsi kuat berangkat dari paham/ideologi liberal-sekuler yang sejatinya bertentangan dengan karakter dan jati diri bangsa Indonesia itu sendiri,” seperti dikutip dari tulisan ustadz Jazuli Juwaini dalam keterangannya.
“Istilah ‘Kejahatan Seksual’ lebih memenuhi kriteria ‘darurat kejahatan seksual’ yang sedang terjadi di masyarakat, lebih tepat untuk digunakan dibandingkan dengan istilah ‘Kekerasan Seksual’, sehingga perlu untuk mengganti judul menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual.
Dengan nama RUU Penghapusan Kejahatan Seksual seperti usulan mereka, fokus RUU tidak melebar ke isu-isu di luar kejahatan seksual. Sehingga fokus hanya pada tindak kejahatan seksual, yaitu pemerkosaan, penyiksaan seksual, penyimpangan perilaku seksual, pelibatan anak dalam tindakan seksual dan inses.
Oleh karena itu keluarga merupakan tempat pendidikan pertama dan utama bagi anak, maka suasana kehidupan rumah tangga juga harus memperhatikan kebutuhan anak dalam menciptakan suasana emosional yang baik di masa pandemi dan pasca pandemi ini. Dengan kata lain, orang tua hendaknya menjaga kondusifitas keluarga. Rasa kasih sayang cinta kasih serta ketentraman, penerapan nilai nilai akhlak mulia yang dirasakan bersama dalam keluarga akan membuat anak tumbuh dan berkembang optimal dalam suasana bahagia sehingga kejahatan seksual pada anak anak dapat terhindari. Kebahagiaan dalam keluarga pada gilirannya akan memberikan anak rasa percaya diri, rajin dalam menuntut ilmu, tentram dan penuh cinta, serta menjauhkan diri dari rasa gelisah di masyarakat, tidak mudah khawatir dan putus asa di masa depan.
Sehingga ketahanan keluarga benar benar tercapai dengan aman, bahagia dan sejahtera.
Daftar rujukan:
Puspitawati,Herien.2012.“Gender dan Keluarga : Konsep dan Realita di Indonesia”.Bogor:IPB Press.
Prasanti,Ditha.2018.“Komunikasi positif sebagai upaya menjaga ketahanan Keluarga”.Fakultas Ilmu Komunikasi.Universitas Padjajaran.Bandung