Penulis: Neny Widyana, PD Salimah Kota Bandung
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat memiliki peranan penting dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Keluarga memiliki peran dalam mengembangkan kualitas anggota keluarga dan menjadi pertahanan utama untuk menghadapi tantangan dan mencegah berbagai pengaruh negatif dari lingkungan sosial di sekitar mereka.
Suatu keluarga akan memiliki ketahanan dan kemandirian yang tinggi apabila keluarga tersebut dapat berperan secara optimal dalam mewujudkan seluruh potensi yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 mendefinisikan ketahanan dan kesejahteraan keluarga sebagai kondisi keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik materiil guna hidup mandiri mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan kebahagiaan lahir dan ketenangan batin.
Kondisi batin yang tenang dipengaruhi oleh kesadaran tentang tujuan hidup dan juga tujuan pernikahan yang diorientasikan semata mencapai keridhoan Allah SWT. Tujuan pernikahan menurut ajaran Islam adalah mewujudkan ketenangan, saling cinta dan berkasih sayang (sakinah mawaddah wa rahmah).
Allah SWT berfirman dalam Q.S Ar-Ruum ayat 21
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
Pernikahan juga bertujuan melanjutkan keturunan, menghindarkan dosa, mempererat silaturrahmi dan ukhuwah serta sebagai sarana dakwah. Kemudian, tujuan dari segala tujuan (ghayatu al ghayah) dari pernikahan adalah menggapai ridha Allah Swt. Sehingga apapun situasi yang dihadapi dalam kehidupan berkeluarga akan dikembalikan kepada kehendak Allah dan kepada tujuan untuk menggapai ridho-Nya.
Dari sudut pandang yang lain, ketahanan keluarga didefinisikan sebagai kemampuan keluarga untuk menangkal atau melindungi diri dari berbagai permasalahan atau ancaman kehidupan baik yang datang dari keluarga itu sendiri maupun dari luar keluarga, seperti lingkungan, komunitas, masyarakat, maupun negara.
Sebagaimana firman Allah dalam QS At-Tahrim (66) ayat 6.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.
Setidaknya ada 5 (lima) indikasi yang menggambarkan tingkat ketahanan suatu keluarga, yaitu:
- Adanya sikap saling melayani sebagai tanda kemuliaan,
- Adanya keakraban antara suami dan istri menuju kualitas perkawinan yang baik,
- Adanya orangtua yang mengajar dan melatih anak-anaknya dengan berbagai tantangan kreatif, pelatihan yang konsisten, dan mengembangkan keterampilan,
- Adanya suami dan istri yang memimpin seluruh anggota keluarganya dengan penuh kasih sayang, dan
- Adanya anakanak yang menaati dan menghormati orangtuanya.
Selain 5 indikasi tersebut, terdapat pula 5 upaya untuk meningkatkan ketahanan keluarga ini, yaitu :
- Membangun Ketahanan Fisik, mencakup kecukupan pangan dan status gizi yang baik bagi seluruh anggota keluarga
- Membangun Ketahanan Ekonomi, mencakup :
- tempat tinggal keluarga,
- pendapatan keluarga,
- pembiayaan pendidikan anak,
- jaminan keuangan keluarga,
- kemampuan mengelola ekonomi keluarga, sehingga kebutuhan dasar pangan, papan dan sandang dapat dipenuhi.
- Membangun Ketahanan Psikologi, mencakup :
- keharmonisan keluarga (sikap anti kekerasan rumah tangga terhadap perempuan dan perilaku anti kekerasan terhadap anak),
- kepatuhan terhadap hukum (dilihat dari pengalaman rumah tangga menjadi korban tindak pidana),
- kemampuan untuk mengelola dan membangun emosi positif dalam keluarga sehingga tercipta konsep diri yang positif.
- Membangun Ketahanan Sosial Budaya, mencakup :
- kepedulian sosial (dilihat dari penghormatan terhadap lansia),
- keeratan sosial (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan sosial di lingkungan), dan
- ketaatan beragama (dilihat dari partisipasi dalam kegiatan keagamaan di lingkungan).
- Membangun Ketahanan Spiritual, hal ini erat kaitannya dengan kemampuan keluarga untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari dengan cara meningkatkan kegiatan rohani untuk pembinaan jiwa, berdo’a, meningkatkan rasa syukur dan menjadikan agama sebagai muara dalam menghadapi berbagai persoalan hidup.
Referensi :
- Buku Pembangunan Ketahanan Keluarga 2016. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. CV Lintas Khatulistiwa.
- Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, Vol. 4, No. 2, September 2017