Penulis: Ipung MW, PD Salimah Temanggung
Bahagia, itulah kata yang didambakan setiap insan. Meski tidak diucapkan secara verbal, aku ingin bahagia. Terlihat dari raut wajah kita, terlihat dari emot wajah WA yang dibuat, terlihat dari foto yang diposting di media sosial, senyuman kita menggambarkan kebahagian di hati kita.
Bagaimana dengan kebahagiaan keluarga, ini lingkup yang lebih luas. Tidak hanya satu insan, satu orang, satu manusia, tapi kumpulan dua insan, pasangan hidup (suami-istri) yang awalnya punya satu visi dan misi, berharap hingga akhir hayat kita masih bersama dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Pasangan suami istri bisa berbeda karakter, berbeda latar belakang, berbeda kebiasaan hidup, dan berbeda keinginan, tapi tetap dalam satu keyakinan dan tujuan hidup, mencari Ridho Allah SWT. Mengembangkan keturunan yang berharap menambah kebahagiaan kita. Menyatukan keluarga besar dari pasangan suami, istri yang juga ikut berperan dalam menggapai kebahagiaan. Insan mana yang tidak ingin demikian?
Kita tilik sebentar, anak-anak kita. Si Kecil yang berumur masih di bawah dua tahun, sudah bisa bicara “uang, uang” ternyata bukan uang orang dewasa yang diminta tetapi maksudnya adalah “keluar, keluar”. MasyaAllah, betapa bahagianya jika dia dipenuhi keinginannya, keinginannya sederhana “KELUAR” rumah sebentar untuk main. Di waktu yang lain, dia bermain air sambil mandi, tangannya ditaruh dibawah pancuran, begitu terus hingga beberapa menit tidak berhenti. MasyaAllah, betapa bahagianya ia, jika dipaksa berhenti dan diangkat begitu saja, ia akan menangis, keinginannya sederhana “BERMAIN AIR”. Betapa sederhananya mereka bisa bahagia.
Itulah yang kita inginkan, menjadi keluarga yang bahagia dengan cara sederhana. Kekayaan belum tentu membuat orang bahagia, menilik sejarah masa Rosulullah SAW, paman Nabi yang bernama Abu Lahab dikenal seorang yang kaya, namun dia tidak bahagia dengan hartanya. Abu Lahab menolak dakwah Nabi. Dia menggunakan harta kekayaannya untuk menghambat dakwah Rasulullah, begitu juga istrinya yang begitu benci dengan Nabi Muhammad SAW. Ternyata, hartanya tidak sanggup mengantarkannya pada kebahagian hidupnya. Dia begitu menderita dengan setumpuk harta hingga akhir hayatnya. Tidak sederhana bagi keluarga Abu Lahab untuk mendapatkan kebahagiaan, karena mereka memenuhi hawa nafsunya. Tidak ada iman, tidak ada rasa kemanusiaan dan rasa mencintai pada hati Abu Lahab dan keluarga. Semoga Allah menjaga kita, dari sifa-sifat itu.
Ketahanan keluarga terbentuk salah satunya dengan bisa mencintai secara sederhana pasangan dan anak-anak kita, sesuai syari’at Islam, sesuai ajaran Rosulullah. Bagaimana beliau mencontohkan akhlak terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya dengan cara yang sederhana, segala sesuatu yang dianggap cukup dan tidak berlebihan, tidak perlu menuntut yang tidak mungkin bisa dipenuhi, seperti harta, emas dan bakat. Saling menghargai, tidak mendzolimi satu sama lain. Jika salah satu pasangan marah, maka yang lain diam, atau menghiburnya. Jika salah satu tidak percaya, maka segera ditabayunkan, diselesaikan dengan penuh cinta dan segera kembali pada syari’at Islam. Syari’at Islam mengajarkan untuk saling percaya maka janganlah berkhianat misal, dengan punya pasangan yang lain atau kata awamnya berselingkuh. Na’udzubillahi minzalik…
Bagaimana dengan aturan-aturan lain yang melingkupi keluarga. Pada tahun 2016 lalu diusulkan RUU P-KS (RUU Penghapusan–Kekerasan Seksual), yang kami berdo’a kepada Allah dan berihktiar agar RUU ini tidak disahkan, karena di dalamnya sangat kontradiktif dengan keluarga bahagia yang ingin kita raih selama ini. Undang-undang, ini sepintas membantu mereka yang menjadi korban kekerasan seksual, tapi semua karena keterpaksaan dan pelaporan. Diluar itu, tidak digubris. Orang yang selingkuh dengan sadar, orang yang melacur dengan sadar tidak disinggung sama sekali. Imbas nya adalah pada ketahanan keluarga, kedzoliman terhadap pasangan dan anak-anak, karena yang dirugikan adalah pasangan hidup dan keluarga mereka. Cukup sederhana, nasihat yang disampaikan Rasulullah kepada kaum suami yang tertarik dengan wanita lain :
“ Jika engkau melihat seorang wanita, lalu ia memikat hatimu, maka segeralah datangi istrimu. Sesungguhnya, istrimu memiliki seluruh hal seperti yang dimiliki oleh wanita itu.” (HR. Tirmidzi)
Begitulah Islam, betapa indahnya, betapa sederhananya tapi begitu agung begitu komprehensif, karena ini adalah dari Allah SWT untuk semua umat manusia, dan semua orang bisa melakukannya dengan hati yang tulus dan sederhana. Jadi, mari kita capai bahagia dengan cara yang sederhana. Wallahu a’lam bi shawab.