Keniscayaan Ketahanan Keluarga di Kala Pandemi

by -21 Views

Penulis: Pengurus PW Salimah Bangka Belitung

Saat ini kita digemparkan dengan cerita seorang vokalis yang sering membawa lagu religius dikhabarkan merebut suami orang yang tidak lain adalah anggota band itu sendiri. Hal ini tentunya banyak menarik perhatian masyarakat Indonesia, selain karena seorang artis yang merebut suami orang ditambah dengan artis itu seseorang yang sering membawa lagu religius yang sarat dengan makna nasihat dalam setiap lagunya.

Perebut Laki orang yang lebih dikenal dengan istilah pelakor ini bukan merupakan hal yang baru. Istilah itu muncul ketika ada seorang perempuan yang dituduh mengambil suami orang, kemudian orang itu akan dihujat, dijambak rambutnya oleh sang istri.

Kenapa sebenarnya hal demikian bisa muncul?. Ketika seorang suami keluar dari rumahnya dia akan dihadapi berbagai godaan, baik dari tempat dia bekerja, beraktivitas organisasi, masyarakat dan berbagai tempat lainnya. Hal ini tentu tidak bisa kita pungkiri, dan tidak mungkin juga kita harus mencegah suami kita beraktivitas sementara melekat dalam dirinya tanggung jawab pemenuhan materi bagi keluarganya. Ataupun tidak mungkin juga kita harus mengingatkan suami kita setiap kali melangkahkan kakinya keluar rumah hanya untuk mengingatkan “hati-hati ya diluar pa..” karena diluar sana begitu banyak godaan yang akan terus mengancam.

Rumah tangga merupakan salah satu sisi kehidupan yang sangat melekat dengan kehidupan semua manusia yang beriman dan yang tidak beriman, namun dalam realitanya manusia memiliki kelemahan dan ketidakpahaman dalam mengelola lembaga rumah tangga. Kondisi ini bisa berdampak pengaturan rumah tangga yang hanya diatur atas dasar perasaan dan hawa nafsu, sehingga tidak  karena rumah tangga, manusia menjadi sengsara karenya bahkan kemudian gagal mempertahankannya. Rumah tangga yang gagal dalam jumlah yang besar, berarti gagalnya pembentukan suatu generasi yang mampun membangun peradaban kehidupan yang baik. Adalah tugas kita bersama khususnya Salimah untuk mencegah dan mengurangi kegagalan tersebut sejalan dengan tag line di Milad Salimah ke 21 ini “Bersama Salimah Perkuat Ketahanan Keluarga”

Ketahanan keluarga menjadi hal yang mutlak diperlukan. Keluarga harus memiliki daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi segala ujian yang akan muncul dari dalam maupun luar.

Ketika kita menginjakkan kaki di bahtera raumah tangga ini, tentunya melalui proses yang sangat panjang. Mulai dari awal perkenalan sampai kemudian resepsi pernikahan itu. Kita ingin setiap rangkaian itu ada dalam bingkai ridho Ilahi, karena sesungguhnya jodoh, rezeki dan maut adalah perihal yang ghaib dan kita tidak memiliki hak prerogatif atas hal tersebut selain hanya mengandalkan kehendak dan ridhoNya. Sesungguhnya dari situlah berawalnya keluarga yang diberkahi Allah. Pernikahan merupakan satu-satunya ibadah terlama dalam hidup. Dikala itu pahala kesabaran dan kesyukuran terus mengalir dalam setiap menghadapi perbedaan dan kebahagiaan yang ada. Kala itu pahala ketaatan kepada suami terus mengalir selama dalam biduk bahtera rumah tangga itu. Dikala itu pula, pahala mendidik anak yang berkualitas dalam membangun peradaba islam yang elegan dimulai.

Pandemi jelas berdampak terhadap ketahanan keluarga Indonesia. Semakin baik ketahanan keluarga semakin baik pula kemampuan keluarga menghadapi perubahan akibat pandemi dan pasca pandemi.

Kebijakan yang tepat dapat mencegah keluarga Indonesia berada dalam situasi krisis sekaligus memastikan ketahanan keluarga tetap tangguh. Ketahanan keluarga mencerminkan kecukupan dan kesinambungan akses satu keluarga terhadap pendapatan dan sumber daya agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti pangan, air bersiih, pelayanan kesehatan, pendidikan, partisipasi dalam masyarakat dan integrasi sosial. Ketahanan keluarga bersifat multi dimensi dianalogikan sebagai suatu modal yang terbentuk dari akumulasi investasi dalam keluarga. Kementerian Perlindungan dan Pemberdayaan Anak menggunakan lima dimensi ketahanan keluarga. Yaitu, landasan legalitas dan keutuhan keluarga, ketahanan fisik, ketahanan ekonomi, ketahanan sosial psikologis, dan ketahanan sosial budaya. Pertama Dimensi landasan legalitas dan keutuhan keluarga, kebersamaan keluarga cenderung meningkat. Survey sosial ekonomi nasional, BPS 2019 mencatat 95,32% Kepala Rumah tangga tinggal bersama keluarga di satu rumah, naik jika dibandingkan dengan 2015 (95,28%). Selama pandemi terjadi migrasi balik (return migration) baik pekerja migran yang kembali dari luar negeri maupun daerah lain sehingga persentase rumah tangga yang tinggal secara utuh naik, otomagtis meningkatkan ketahanan keluarga. Selain itu PSBB dan pengurangan aktivitas di luar rumah menyebabkan aktivitas bersama seperti makan, belajar dan beribadah antara anak dan orang tua meningkat, termasuk aktivitas organisasi lainnya yang melaksanakan rapat bisa dilakukan dari rumah secara daring. Tentunya interaksi anak dan orang tua semakin meningkat. Kedua, Dimensi Ketahanan Fisik Keluarga, selama pandemi banyak rumah tangga kehilangan pendapatan. Jika tanpa bantuan pemerintah ketahanan keluarga dimensi ketahanan fisik dapat turun signifikan. Ketiga, Ketahanan ekonomi. Sejak pandemi banyak perusahaan terkena dampak ntunya berdampak pada keluarga yang kehilangan pendapatan. Berdampak besar terhadap kemampuan memenuhi pangan keluarga. Semangat saling berbagi harusnya semakin dipupuk sehingga salimah dapat mengambil peran, salah satunya yaitu dengan Jum’at Berbagi yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 5 Maret 2021 bertepatan dengan Milad Salimah ke 21. Yang artinya salimah ikut kontribusi dalam meningkatkan ketahana fisik keluarga Indoseia. Keempat, Ketahanan sosial psikologis. Adanya interaksi yang intens antara orang tua dan anak tentu akan membawa dampak sosial psikologi kepada anak. Jangan sampai peran orang tua diganti oleh gadget. Inilah saatnya kita membersamai anak kita dalam pelajaran, permainan, beibadah dan lain sebagainya. Kelima, ketahanan sosial budaya. Adab merupakan sesuatu yang sangat penting dalam berkehidupan. Bahkan Imam Syafi’i mengajarkan kita pentingnya belajar adab terlebih dahulu sebelum belajar ilmu. Adanya kebersamaan yang tinggi antara orang tua dan anak tentunya jangan disia-siakan untuk mengajarkan mereka akan adab dalam berinteraksi. Ketika dari rumah telah diajarkan adab yang baik, maka akan melahirkan anak-anak yang berkualitas yang akan akan membentuk suatu peradaban yang berkualitas pula di masyarakat bangsa dan negara.

Diakhir tulisan ini, mari kita bersama-sama meningkatkan ketahanan dalam keluarga kita dengan cara memahami dan melaksanakan peran kita masing-masing baik sebagai seorang ayah, ibu, anak sesuai dengan rambu peraturan yang telah Allah berikan, bukan berdasar atas perasaan dan hawa nafsu belaka. Karena sesungguhnya manusia itu tempatnya salah dan Allah lah sebaik-baik tempat kembali.

Wallahu’alam bis showab…..Al Haqqu mir robbikum…..