Surabaya (20/8) – Stunting di Indonesia masih menjadi isu penting yang harus diselesaikan. Berdasarkan data Kemenkes, pada bulan Januari 2023 prevalensi stunting di Indonesia adalah 21,6%. Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20 persen.
Perlu kerjasama pemerintah dan semua elemen masyarakat agar angka stunting dapat terus ditekan.
Persaudaraan Muslimah (Salimah) menyadari perannya sebagai ormas perempuan untuk turut dalam upaya tersebut. Menggandeng SDIT Permata Surabaya, Pimpinan Wilayah Salimah Jawa Timur mengadakan edukasi “Keluarga Indonesia Cegah dan Atasi Stunting Sejak Dini” pada Ahad (20/8).
Salimah Jatim juga bekerjasama dengan Perhimpunan Profesi Kesehatan Muslim Indonesia (Prokami) Kota Surabaya dan DPC Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi) Surabaya untuk melakukan pengukuran status gizi murid SDIT Permata serta pemeriksaan kesehatan berupa pemeriksaan hemoglobin, kolesterol, asam urat, gula darah dan tekanan darah bagi para wali murid dan anggota komite.
Hadir sebagai keynote speaker yaitu Kepala Puskesmas Benowo, Aloysius Tri Joehanto. Ia menyampaikan bahwa dalam mengatasi stunting ini Puskesmas bekerjasama dengan dinas terkait diantaranya Dinas Pendidikan dan Dinas Cipta Karya.
Puskesmas juga mengajak sekolah untuk memberikan edukasi kepada wali murid dalam mendukung program bantuan asupan gizi yang telah dilakukan.
“Ada dua jenis intervensi yang dilakukan untuk penanggulangan stunting yaitu intervensi secara langsung dan tidak langsung. Intervensi secara langsung dilakukan terkait kesehatan dan status gizi anak. Misalnya jika anak sering sakit maka pasti nafsu makannya akan turun, ini dapat menyebabkan stunting. Kemudian intervensi tidak langsung dilakukan terkait dengan aspek sanitasi serta kebersihan lingkungan tempat tinggal karena itu juga berpengaruh. Sanitasi yang buruk menyebabkan anak sakit sehingga secara tidak langsung menyebabkan resiko terjadinya stunting,” terangnya.
Materi pencegahan stunting disampaikan oleh Dewi Purwanti Yuliandri, seorang ahli gizi yang juga merupakan Ketua Departemen Diklat Salimah Jatim.
Ia menyampaikan bahwa pencegahan stunting harus dimulai sejak dini yaitu sejak remaja. Dipastikan bahwa remaja putri tidak sampai anemia defisiensi besi karena itu resiko awal timbulnya stunting. Langkah pemerintah adalah dengan pemberian bantuan tablet penambah darah bagi remaja putri.
“Dilanjutkan dengan pemenuhan gizi selama 1000 hari pertama kehidupan seorang anak yaitu sejak seorang ibu dinyatakan positif hamil. Harus dipastikan kebersihan lingkungannya, higienitas serta melakukan pola hidup bersih dan sehat. Juga pola makan dengan gizi seimbang. Semua hal ini dilakukan secara sinergis oleh semua elemen masyarakat agar penanganan stunting ini dapat berlangsung optimal,” ucapnya.
Salimah senantiasa berupaya untuk memberikan kontribusi terbaik dalam mewujudkan peningkatan kualitas hidup perempuan, anak dan keluarga Indonesia.