Ketua MSI di Sarasehan ISEF: Hidup Berkah Tanpa Riba

by -200 Views

Jakarta (1/11/2024) – Ada hal yang sangat memprihatinkan tentang kondisi masyarakat Indonesia terkait pinjaman online (pinjol). Data statistik bulan Juni 2024 menunjukkan nilai pinjaman ke pinjol mencapai lebih dari Rp47T. Kebanyakan penggunanya ada di rentang usia 19 hingga 40 tahun atau gen Y dan Z dengan jumlah pinjaman Rp26,87T. Di urutan kedua usia 35-54 tahun, diikuti usia diatas 54 tahun.

Data tersebut terungkap dalam Sarasehan Ekonomi Syariah yang dilaksanakan oleh PP Salimah dalam ajang Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) Bank Indonesia pada Kamis (31/10) di Jakarta Convention Center.

Disebutkan pula jika gen Y dan Z menjadi penyumbang kredit macet pinjol terbanyak. Dan kebanyakan pinjaman digunakan untuk gaya hidup seperti membeli gadget atau tiket konser.

Ketua Mubaligah Salimah Indonesia (MSI), Sinta Santi, yang menjadi narasumber dalam Sarasehan tersebut menjelaskan bahwa masalah sebenarnya disebabkan masyarakat tidak punya ilmu tentang pinjol dan dibarengi iman yang tidak kuat. Jika punya ilmu dan iman, dia akan ingat bahwa suatu saat akan ada hisab, dimana segala sesuatu akan diminta pertanggungjawaban.

Karena itu, perlu dilakukan edukasi. Orang yang sudah mendapatkan edukasi, kata Sinta, tidak akan bisa beralasan di hadapan Allah bahwa ia tidak tahu.

Sinta menegaskan pentingnya menjauh dari riba agar memperoleh hidup yang berkah. Konsekuensinya, jauhi pinjol yang menggunakan sistem riba demi keberkahan pada harta dan kehidupan.

“Berkah berarti kebaikan yang banyak dan bertambah serta kebahagiaan dan kenikmatan yang meningkat. Keberkahan selalu menghadirkan kebahagiaan. Keberkahan mengubah segala yang berat menjadi ringan, yang kurang menjadi cukup, dan yang sulit menjadi mudah,” terang Ketua I PP Salimah ini.

Sinta juga menekankan pentingnya penerapan ekonomi syariah dalam pengaturan finansial keluarga. Survey menyebutkan jika hanya 12% penduduk Indonesia yang melakukan perencanaan keuangan. Dan hanya 9% masyarakat yang memiliki dana. Di sinilah perlu literasi, pendidikan terkait keuangan. Perlu mengasah dana yang dimiliki untuk keperluan yang benar.

“Jaga prinsip syariah yang menekankan pada aspek halal dan haram. Mengelola keuangan secara syariah mendorong kemandirian dalam keluarga sehingga tidak tergantung pada sistem riba. Keluarga yang menerapkan ekonomi syariah akan lebih peduli pada sesama dan lingkungan sekitar. Buat anggaran yang jelas, batasi utang, serta jauhi riba,” pesannya.

Sinta juga mengajak keluarga Indonesia untuk menjauhi hal-hal yang menjadi penyebab sulitnya rezeki. Di antaranya banyak mengeluh, suka pamer, dosa syirik, kufur nikmat, kikir dan bakhil, tidak peduli pada anak yatim, makan makanan haram, berlebihan memikirkan dunia, kurang menjaga makan, dan tidur pagi usai subuh.

Kedudukan harta dalam pandangan Islam, jelas Sinta, adalah sebagai titipan, perhiasan hidup, ujian keimanan, dan sarana ibadah.

Ia kemudian menawarkan solusi ekonomi syariah melalui keanggotaan Koperasi Syariah Serba Usaha Salimah (Kossuma) dan wakaf produktif Lembaga Wakaf Salimah (LWS).