Mengajar Sambil Menahan Ambyar: Catatan Haru dan Satir untuk Guru Indonesia

Ditulis oleh: Fiidiyarini Partiwi, M.Si
Ketua Dept Diklat PP Salimah

 

“Anak-anak hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu.” (Ki Hadjar Dewantara)

Meski sering disalahpahami, guru tetap datang ke kelas membawa senyum dan harapan. Mereka dituntut serba bisa: jadi pengajar, motivator, konselor, satpam kedisiplinan, sekaligus pelindung terakhir bagi anak-anak yang sedang mencari jati diri. Kadang lucu, kadang miris.

Di satu sisi guru harus tegas tapi jangan galak, santai tapi jangan dianggap abai, perhatian tapi jangan terlalu dekat. Namun di balik semua tuntutan yang kontradiktif itu, guru tetap menjalankan perannya dengan hati. Karena mereka percaya bahwa satu anak yang berhasil menemukan potensinya lebih berharga daripada semua tekanan yang pernah mereka hadapi.

Dan semua rasa lelah, ambyar, dan hampir menyerah itu seolah lunas hanya dengan satu kalimat sederhana: “Terima kasih, Bu/Pak… saya bisa sampai titik ini karena Bapak/Ibu percaya pada saya.” Di momen itu guru tahu bahwa perjuangannya tidak pernah sia-sia.

*Selamat Hari Guru 2025* untuk semua guru yang tetap mengajar walaupun dunia tidak selalu mendukung. Tetap tersenyum walaupun sering disalahpahami, dan tetap mencintai meski profesinya tidak selalu dihargai. Terima kasih karena diam-diam, tanpa spotlight, guru-lah yang sesungguhnya menjaga masa depan bangsa.

Ke pasar pagi membeli pena,
sekalian membeli bunga melati.
Kalau guru hilang dari dunia,
padam sudah cahaya negeri ini.

Komentar
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

What do you think?
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related news