Dept Pendidikan dan Pelatihan PP Salimah
Aku seorang ibu muda. Umurku tak lebih dari dua lima. Sudah kuraih gelar sarjana. Bahkan sebentar lagi mau eS dua.
Aku seorang ibu muda. Senang hati kujalani peranku sebagai ibu bayiku yang ceria. Tapi kenapa begini beratnya. Oh menjadi ibu muda.
POV IBU MUDA BEKERJA:
Aku seorang ibu muda bekerja. Cita-citaku tinggi nan mulia. Kususuri jalanan pagi ibukota. Tak masalah berdesakan di kereta. Asalkan keluarga bisa sejahtera. Kutunaikan dedikasiku penuh suka cita.
Aku seorang ibu muda bekerja. Karirku kali ini cukup tertata. Tak sia-sia perjuanganku belajar dan berusaha. Meski berat setiap hari tinggalkan putriku semata. Kusiapkan semuanya agar ia tak kekurangan cinta.
Aku seorang ibu muda bekerja. Sayangnya aku sering disebut gila kerja. Sayangnya aku sering dimaki tak peduli keluarga. Dan aku pun dituding gagal bersamai anakku dalam tumbuh kembangnya.
Aku seorang ibu muda bekerja. Oh ternyata sesulit ini mencari pengasuh yang cocok adanya. Ada yang penyayang namun suka mengambil barang. Ada yang jujur namun tak mau ditegur. Katanya titipkan saja pada orang tua. Namun aku tak mau mengiyakannya. Sudah cukup kurepotkan bapak ibuku dahulu kala. Kenapa anakku juga jadi beban mereka.
Aku seorang ibu muda bekerja. Tak kusangka betapa beratnya menyusui bayiku sambil bekerja. Kuharus bawa pompa ASI kemana-mana. Waktu rehatku kupakai untuk memompa. Tak ada ruang memadai kupakai toilet saja.
Aku seorang ibu muda bekerja. Waktuku memang terbatas adanya. Tapi jangan ragukan cintaku pada anak dan keluarga. Dan jangan ganggu aku di hari libur kerja. Waktu liburku sepenuhnya untuk mereka.
Aku ibu muda bekerja. Aku tak membutuhkan iba. Namun, kumohon dukungannya. Agar aku tetap kuat adanya. Agar aku terus bisa membesarkan cinta. Untukku dan keluarga.
POV IBU MUDA RUMAH TANGGA:
Aku seorang ibu muda rumah tangga. Aku memang memutuskan di rumah saja. Akan kujadikan rumahku senyaman surga. Akan kutebarkan kebahagiaan pada seisinya.
Aku seorang ibu muda rumah tangga. Setiap pagi kubangun sebelum mentari menyapa. Kuangkat doa untuk seisi semesta. Kusiapkan aneka olahan makanan tuk yang tercinta. Semoga kita sehat senantiasa.
Aku seorang ibu muda. Ada yang bilang ijazahku sia-sia. Ada yang bilang aku tak berguna. Ada yang bilang aku menghabiskan gaji suami saja. Ada yang bilang aku ini tak punya cita-cita. Namun aku suka menjadi ibu rumah tangga.
Tiap hari kutatap anakku penuh cinta. Tiap saat kugenggam tanggannya hangat. Tiap waktu aku ajak ia bercengkrama. Akan kudidik anakku sebaiknya. Bukankah ibu madrasatul ula.
Aku ibu muda rumah tangga. Memang aku seharian di rumah saja. Kadang orang bilang kenapa berantakan terus rumahnya. Mereka kira aku bersantai saja. Tapi tak mengapa asalkan anakku cukup eksplorasinya.
Aku ibu muda rumah tangga. Tak kusangka seberat itu menjadi ibu balita. Aku tak lagi punya teman bicara. Aku merasa di dunia sendiri saja. Aku merasa terasing dan tak berdaya. Pekerjaanku di rumah sungguh tak ada habisnya. Tak ada waktuku rehat meski hanya sejenak. Rasanya hilang sudah jati diri ini. Aku yang ceria, berubah jadi banyak murka.
Aku ibu muda rumah tangga. Aku pun kerap disalahkan jika berat badan anakku segitu saja. Apa kerjaan ibunya, begitu kata mereka. Kasih makan anak pun tak becus adanya. Sungguh hatiku sedih mendengarnya. Tak dilihat usahaku hadirkan makanan sehat tiap harinya. Tak ditanya sebesar usahaku agar ia membuka mulut mengunyah makanannya. Oh begini rasanya menjadi ibu muda.
Epilog
Kami ibu muda tak butuh iba. Kami hanya mohon sepenuh dukungan dan doa. Agar kami bisa menjadi ibu yang kuat lagi lembut hatinya. Agar kami bisa mendidik dengan tulus dan cinta. Rangkul kami dan dengarkan kami bicara. Perasaan kami valid adanya. Kelelahan kami ini nyata. Mari bersama sayangi ibu muda di manapun berada.