Mengangkat tema “Komunikasi Efektif Pasutri”, dr. Riana Widyastuti mengajak peserta Sekolah Pra Nikah Salimah (Serasi) Salimah Tulungagung angkatan ke-2 untuk belajar komunikasi efektif. Serasi diadakan pada Ahad (28/9) pagi di Masjid Ni’matur Rubbiyah, Kepatihan, Tulungagung.
Menurut ibu 4 putri ini, komunikasi merupakan salah satu fondasi penting dalam membangun keluarga yang harmonis. “Keterbukaan, kejujuran, saling percaya, empati, dan kemampuan mendengar adalah kunci komunikasi yang menenangkan dan menguatkan ikatan hati dalam rumah tangga,” jelasnya.
Riana menekankan bahwa sering kali konflik rumah tangga bukan terjadi karena masalah besar, melainkan karena komunikasi yang tidak sehat. Karena itu, para muslimah perlu membiasakan diri menerapkan prinsip-prinsip komunikasi yang Islami dan aplikatif, yaitu tujuh prinsip komunikasi dalam pernikahan.
“Prinsip pertama adalah melengkapi peta kasih, yakni upaya mengenal lebih dalam karakter pasangan dan berbicara dari hati ke hati. Prinsip ini akan mengantarkan pasangan untuk memahami apa yang disukai dan tidak disukai sehingga hubungan menjadi lebih akrab,” kata perempuan yang telah mengarungi 25 tahun pernikahan ini.
Prinsip kedua adalah memelihara rasa suka dan kagum terhadap pasangan. Dengan senantiasa berpikir positif, mengingat kebaikan pasangan, menutupi kelemahannya, dan tidak menuntut kesempurnaan, seorang istri akan lebih mudah menumbuhkan rasa hormat dan cinta yang tulus.
Prinsip ketiga adalah saling mendekati dan tidak menjauhi. Prinsip ini mengajarkan agar pasangan selalu memberi perhatian pada hal-hal kecil, saling mendukung, dan tidak memberi nasihat bila tidak diminta sehingga komunikasi terasa lebih hangat.
Selanjutnya, prinsip keempat menekankan pentingnya menerima pengaruh pasangan, yaitu dengan membuka diri, mau mendengar, dan mendiskusikan masalah bersama untuk menemukan kompromi. “Prinsip ini membuat istri dan suami dapat menjadi tim yang saling melengkapi, tetapi harus diingat bahwa suami adalah qowam,” tuturnya.
Prinsip kelima adalah memecahkan masalah tanpa menimbulkan masalah baru. Prinsip ini mengajarkan agar setiap keluhan diungkapkan dengan cara lembut tanpa menyalahkan, berbicara dengan jelas dan sopan, serta tidak menimbun masalah agar tidak meledak di kemudian hari.
Prinsip keenam adalah keluar dari jalan buntu untuk mengatasi kebuntuan komunikasi. “Dengan mendefinisikan batas inti dan fleksibilitas, pasangan dapat menciptakan kompromi yang menyegarkan hubungan.”
Prinsip terakhir adalah menciptakan makna bersama, yakni membangun kebersamaan spiritual dan meluangkan waktu minimal beberapa jam setiap minggu untuk memperkuat ikatan emosional suami-istri.
Sebagai penutup, Riana kembali menekankan pentingnya sabar, doa, dan keterbukaan dalam menjaga keharmonisan rumah tangga agar tercipta rumah tangga yang Sakinah mawaddah warahmah. (dyta, fat)