Dalam paparan bertema “Kesehatan Reproduksi dan Seksual bagi Calon Pengantin”, dr. Lilis menekankan bahwa akad nikah bukan sekadar perjanjian sosial, melainkan komitmen spiritual untuk saling menumbuhkan sakinah, mawaddah, dan rahmah dalam rumah tangga.
“Pernikahan harus disiapkan dengan serius. Tidak cukup hanya cinta, tapi juga kesiapan fisik, kesehatan reproduksi, dan kesepakatan dalam banyak aspek kehidupan,” ujar dokter yang berpraktik di Klinik Cordova Tulungagung ini.
Menurut dr. Lilis, sebelum menikah, calon pasangan suami istri sebaiknya menjalani pemeriksaan kesehatan menyeluruh. Pemeriksaan ini mencakup tanda vital, darah rutin, status gizi, hingga skrining penyakit menular seperti hepatitis, TORCH, dan HIV. Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) juga dianjurkan bagi calon ibu.
Selain faktor medis, pasangan juga perlu menyepakati hal-hal mendasar seperti jumlah dan jarak anak, metode kontrasepsi, peran dalam rumah tangga, hingga karier istri dan tempat tinggal. “Semua ini penting untuk mencegah konflik yang kerap muncul setelah pernikahan,” tegasnya.
dr. Lilis mengingatkan, tidak semua kehamilan berlangsung aman. Ada risiko tinggi bila hamil terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, atau jarak kehamilan terlalu rapat. Selain itu, tiga keterlambatan — terlambat mengambil keputusan, terlambat tiba di fasilitas kesehatan, dan terlambat mendapat pertolongan medis — juga dapat berakibat fatal.
“Pemeriksaan kehamilan minimal empat kali selama masa hamil serta deteksi dini tanda bahaya, harus menjadi perhatian pasangan,” tutur dokter lulusan Universitas Brawijaya Malang ini.
dr. Lilis juga menyinggung isu ketidaksetaraan gender dalam rumah tangga yang dapat memicu kekerasan fisik, psikis, maupun beban ganda pada perempuan. Di sisi lain, kesehatan jiwa ibu hamil, termasuk risiko depresi dan kecemasan, perlu mendapat perhatian serius dari pasangan.
Dalam aspek seksual, ibu lima putra ini menekankan pentingnya komunikasi terbuka antar pasangan. Gangguan seksual, baik pada pria maupun wanita, menurutnya, sering dipicu gaya hidup tidak sehat, stres, dan kurangnya keterbukaan dalam hubungan.
Menurutnya, calon pengantin juga perlu diingatkan mengenai bahaya infeksi menular seksual (IMS) dan HIV/AIDS. Pencegahan dapat dilakukan dengan kesetiaan pada pasangan, penggunaan alat kontrasepsi yang tepat, serta menghindari narkoba suntik.
Lebih lanjut, dr. Lilis mendorong perempuan untuk melakukan deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara. “SADARI atau pemeriksaan payudara sendiri sebaiknya menjadi kebiasaan bulanan setelah haid. Pencegahan dan deteksi dini jauh lebih efektif daripada pengobatan saat sudah stadium lanjut,” tuturnya.
Menutup materinya, dr. Lilis menekankan bahwa kebahagiaan rumah tangga bukanlah sesuatu yang instan. Ia berpesan agar setiap pasangan belajar dari pengalaman, namun tetap berpegang pada tuntunan agama.
“Rahasia menjadi pasangan suami istri yang bahagia sesungguhnya tidak pernah dapat diajarkan, tetapi bisa dipelajari dari pengalaman yang berlandaskan Qur’an dan sunnah,” pungkasnya. (dyta/fat)