Ketua Dept Jaringan Lembaga dan Kajian PP Salimah
Mungkin kita sering dengar bahwa generasi Z ini unik. Sesungguhnya setiap generasi memiliki kekhasan masing-masing. Dan sesungguhnya orang tua yang memiliki andil dalam membentuk sifat dan karakter mereka.
Kadang mereka terdengar cuek, kadang toleran. Tapi jadinya mereka tidak mau usik atau diusik orang lain, bahkan sampai seperti tidak mau berteguran, ya kan?
– Bagaimana sesungguhnya cara birrul waildayn (berbakti kepada orang tua) yang Gen Z lakukan?
– Apa sesungguhnya tantangan yang dialami mereka?
– Pernahkah orang tua merasa kesulitan dalam memahami mereka?
Pertanyaan-pertanyaan di atas kadang muncul di benak orang tua yang mengasuh Gen Z. Apakah kita salah asuh? Atau sesungguhnya memang standard moral sudah berubah?
Penulis yakin, orang tua yang memiliki anak usia Gen Z sudah banyak pengalaman dalam pengasuhan. Sekarang saatnya kita berbagi pengalaman tersebut, karena tiap anak pasti berbeda. Lain kondisi akan lain pula watak yang membetuknya.
Mari kita khususkan membahas terkait Tantangan Moral Gen Z dalam berbakti kepada orang tua.
Menurut para ahli, penggolongan urutan generasi adalah sebagai berikut:
1. Generasi Silent (1928-1945)
2. Baby Boomers (1946-1964)
3. Generasi X (1965-1980)
4. Milenial/Generasi Y (1981-1996)
5. Generasi Z (1997-2012)
6. Generasi Alpha (2013-2024)
7. Generasi Beta (2025-2039)
(sumber: Tempo)
KARAKTERISTIK GEN Z:
• Generasi Z Adalah generasi yang lahir antara tahun 1997 sampai 2012
• Saat ini tahun 2025, generasi Z masih berada dalam usia remaja hingga usia muda.
• Mereka adalah generasi yang tumbuh besar dengan teknologi digital dan internet.
• Perkembangan psikososial generasi Z, kesehatan mental, self esteem, dan perasaan sejahtera sangat ditentukan oleh peran keluarga yang membentuknya.
Berdasarkan sensus BPS tahun 2023, saat ini jumlah Gen Z mendominasi jumlah penduduk di Indonesia. Itulah sebabnya Gen Z menjadi perhatian khusus dalam perkembangan psikososial masyarakat Indonesia.
Beberapa ahli menjabarkan karakter yang dimiliki Gen Z antara lain:
1. Digital Native.
Gen Z sangat terbiasa dengan teknologi digital dan memiliki kemampuan mumpuni dalam menggunakannya. Mereka memanfaatkan teknologi untuk belajar, berkomunikasi, dan mengakses informasi.
2. Kreatif & Inovatif.
Mereka memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dan sering menggunakan media sosial untuk mengekspresikan diri, berbagi ide, dan karya mereka.
3. Toleran & terbuka terhadap perbedaan.
Gen Z tumbuh dalam lingkungan yang lebih beragam dan terhubung secara global, sehingga mereka cenderung lebih toleran terhadap perbedaan budaya, ras, dan pandangan politik.
4. Pragmatis & berpikir finansial.
Gen Z memiliki pertimbangan yang simple, pragmatis dalam mengambil keputusan, dan bersifat kritis dalam finansial.
5. Individualistis & menghargai privasi.
Meskipun sangat terhubung secara digital, mereka cenderung memiliki sifat individualis dan menghargai privasi.
6. Aktif dalam isu sosial & politik.
Sikap kritis mereka juga jadi kepedulian terhadap isu2 sosial & politik di negara ini.
7. Cenderung merasa kesepian dan cemas.
Persaingan di antara mereka sesungguhnya membentuk karakter kecemasan dan iklim kesendirian atau kekhawatiran opini ‘all by my self’ yang menciptakan rasa kesepian.
8. Konsumen yang cerdas.
Gen Z merupakan konsumen yang cerdas dalam mereview suatu produk karena sifat kritisnya.
Sekarang kita spill sedikit tentang Gen X atau Gen Y sebagai orang tua Gen Z.
Karakteristik Gen X sebagai orangtua Gen Z:
1. Generasi X lahir antara tahun 1965 dan 1980.
2. Mandiri dan Pragmatis:
Tumbuh di era perubahan teknologi dan ekonomi, Generasi X belajar untuk mandiri dan mencari solusi atas tantangan yang dihadapi.
3. Pecinta Teknologi:
Mereka tumbuh bersama dengan perkembangan teknologi, mulai dari komputer pribadi hingga internet, dan mampu beradaptasi dengan perubahan tersebut.
4. Skeptis dan Adaptif:
Generasi X cenderung lebih skeptis terhadap otoritas dan institusi, tetapi juga sangat adaptif terhadap perubahan, termasuk perkembangan teknologi.
5. Independen dan Berorientasi pada Hasil:
Mereka lebih menyukai bekerja secara efisien dan menghargai hasil kerja mereka.
6. Menghargai Keseimbangan Kehidupan Kerja:
Mereka melihat pentingnya waktu untuk diri sendiri dan keluarga, hasil dari pengalaman menyaksikan orang tua mereka bekerja keras.
Karakteristik Gen Y sebagai orangtua Gen Z:
1. Gen Y lahir antara tahun 1981-1996. Sebagian Gen Y telah menjadi orangtua bagi Gen Z.
2. Penduduk Asli Digital:
Generasi Y adalah generasi pertama yang lahir dan tumbuh besar di era digital, terpapar teknologi dan internet sejak usia muda.
3. Mahir Teknologi:
Mereka sangat nyaman dan mahir menggunakan berbagai perangkat teknologi dan media sosial dalam kehidupan sehari-hari, karena pada zamannya teknologi komputer mulai berkembang pesat.
4. Ambis dan Percaya Diri:
Generasi Y memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan ambisi untuk meraih kesuksesan di usia muda.
5. Menghargai Keseimbangan Kerja-Hidup:
Mereka cenderung mencari pekerjaan yang menawarkan fleksibilitas dan memungkinkan mereka memiliki waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
6. Kolaboratif dan Team-Oriented:
Generasi Y lebih suka bekerja dalam tim dan menghargai kolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
7. Mencari Pekerjaan Bermakna:
Mereka mencari pekerjaan yang memberikan dampak positif dan memungkinkan mereka berkontribusi pada sesuatu yang lebih besar.
8. Berpikir Terbuka dan Inovatif:
Generasi Y cenderung lebih terbuka terhadap perubahan dan memiliki pemikiran yang inovatif.
9. Menyukai Tantangan:
Mereka tidak takut untuk keluar dari zona nyaman dan mencari tantangan baru dalam pekerjaan mereka.
10. Aktif di Media Sosial:
Mereka sangat aktif di berbagai platform media sosial dan menggunakan media sosial untuk berbagai keperluan, mulai dari bersosialisasi hingga mencari informasi.
11. Cenderung Lebih Terbuka:
Generasi Y cenderung lebih terbuka terhadap berbagai ide dan pandangan yang berbeda.
12. Menunda Pernikahan dan Keluarga:
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa generasi Y cenderung menunda pernikahan dan memiliki anak karena berbagai alasan, termasuk fokus pada karir dan mencari stabilitas keuangan.
Setelah mempelajari beberapa karakter anak dan orang tua tersebut, dapatkah kita mengambil benang merahnya?
Berikut ini hadits terkait hasil pola asuh orang tua kepada anak:
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ
“Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528, An-Nasa’i dalam Al-Kubra 4: 4, 6043, Tirmidzi no. 1358, dan Ibnu Majah no. 2290. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sebelum mengharapkan birrul walidayn dari anak, mari muhasabah terlebih dulu atas apa yang telah kita berikan kepada mereka dalam pengasuhan selama ini.
– jangan harapkan anak memakai hijab jika orangtuanya tidak berhijab,
– jangan harapkan anak salat jika orangtuanya tidak salat,
– jangan harap anak akan sopan santun jika orangtuanya tidak sopan santun,
– jangan harapkan anak jujur jika orangtuanya tidak jujur,
– jangan harapkan anak tidak merokok jika orangtuanya merokok.
– dst
Artinya, usaha tidak akan mengkhianati hasil. Yang kita tanam maka itulah yang akan kita tuai. Walau pada kenyataan bisa juga terjadi sebaliknya, orang tua yang lebih baik dari anak, atau anak yang lebih baik daripada orang tua. Perbedaan karakter, usia, lingkungan yang membentuk, tuntutan peran, dan sudut pandang masing-masing sering membuat hubungan antara anak dan orang tua memburuk.
Tidak jarang permusuhan terbentuk dalam keluarga sendiri. Ketidaknyamanan mulai terbentuk, yang akhirnya masing-masing memilih jalan masing-masing atau naudzubillah sampai kepada hubungan terburuk yaitu kriminalitas, seperti kasus-kasus berikut.
– Anak membunuh orang tua karena tidak dibelikan motor,
– Anak menganiaya orang tua karena tidak dibelikan gawai,
– Dst.
Mari kupas satu per satu karakter Gen Z agar menjadi pembelajaran dalam mengubah mereka menjadi anak-anak yang memiliki Birrul Walidayn.
1. Digital overload.
Ini adalah kondisi ketika seseorang terpapar informasi dan stimulus digital secara berlebihan, melebihi kapasitas otak untuk memprosesnya. Hal ini dapat menyebabkan berbagai masalah seperti gangguan fokus, kecemasan, sulit tidur, dan penurunan produktivitas.
Gen Z yang memiliki karakter Digital Native (kenal gawai sejak kecil) memiliki kepenatan informasi yang memenuhi muatan otaknya sejak kecil, sehingga orangtua perlu mengingatkan akan adanya our time, waktu bersama orang lain di dalam dunia nyata. Apalagi jika informasi yang masuk kurang tersaring sehingga lebih banyak yang bersifat sampah dan toxic bagi mereka lalu ditelan bulat-bulat tanpa adanya penyaring atau pendamping atau pembanding, karena umumnya mereka mengakses internet via gawai secara individual.
2. Tekanan Akademik & Karir.
Generasi Z menghadapi tekanan akademik dan karir yang signifikan, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mental mereka. Tekanan ini berasal dari berbagai faktor, termasuk ekspektasi tinggi untuk berprestasi, persaingan ketat di dunia kerja, dan tantangan ekonomi.
Gen Z seringkali merasa tertekan untuk mendapatkan nilai tinggi, masuk ke universitas ternama, dan mendapatkan beasiswa. Tumpukan tugas dan ujian, serta tekanan untuk selalu unggul dapat memicu stres dan kecemasan. Lingkungan akademik yang kompetitif, ditambah dengan ekspektasi dari orang tua dan masyarakat dapat memperparah tekanan.
Sementara itu, pelarian pada kecanduan teknologi dan media sosial dapat mengganggu fokus dan waktu belajar, yang pada akhirnya mempengaruhi performa akademik.
Dalam hal karir, Gen Z juga menghadapi pasar kerja yang sangat kompetitif dengan banyak lulusan yang bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Sementara adanya tekanan untuk mencapai kesuksesan karir sebelum usia tertentu, seperti “sukses sebelum usia 25,” dapat menimbulkan kecemasan. Belum lagi adanya ketidakpastian masa depan akan kondisi ekonomi secara umum juga dapat menambah tekanan. Makanya kemudian beredar luas tagar #kaburajadulu sebagai bentuk mencari kehidupan yang lebih baik di luar negeri.
Stigma pengangguran yang dialami Gen Z menambah panjang tekanan hidup mereka. Pengangguran yang berlarut-larut atau kesulitan mendapatkan pekerjaan dapat memperburuk masalah kesehatan mental mereka. Sehingga Gen Z banyak mengalami kesulitan mengelola emosi.
3. Ketidakpastian Global.
Gen Z melihat masa depan adalah suatu tantangan tersendiri. Banyak dari mereka tumbuh dalam bayang-bayang ketidakpastian ekonomi. Persaingan semakin ketat dengan jumlah penduduk dunia yang semakin banyak, sementara kue ekonomi yang mengiringinya tidak bertambah banyak. Tagar #kaburajadulu di Indonesia menjadi hits di kalangan Gen Z yang ingin bekerja di luar negeri untuk mencari nasib yang lebih baik.
4. Perasaaan terisolasi & kesepian.
Gen Z sering terhubung secara digital, tapi terputus secara emosional. Tekanan sosial dalam dunia nyata juga sering menjadi penghalang sehingga dunia maya menjadi pelarian yang tidak realistis melalui media sosial. Mereka jadi ketergantungan pada validasi eksternal, bahkan lupa akan kenyataan diri sendiri. Akibatnya jadi kurang mengenali diri sendiri dan akhirnya menghadapi keadaan bahwa dalam kehidupan nyata sesungguhnya mereka sendiri.
Kembali kepada hubungan Gen Z dengan orang tua, maka perlu ada hubungan timbal balik:
1. Saling memahami
2. Saling membantu
3. Saling mendukung
4. Adanya peran asuh orangtua
5. Adanya peran bakti anak
Peran keluarga sangat dibutuhkan untuk saling mewujudkan harmoni. Tanamkan selalu nilai-nilai agama kepada anak-anak sejak dini agar mereka mengerti dan mampu menghadapi berbagai cobaan.
Cara mewujudkan harmoni anak dengan orang tua:
1. Beri contoh bahwa orang tua juga berbakti kepada orang tua di atasnya. Amalan merupakan contoh terbaik yang mudah ditiru anak. Ciptakan iklim dan libatkan anak dalam upaya bakti anak kepada orang tua (kepada kakek-nenek mereka).
2. Tidak melakukan hal-hal yang tidak kita inginkan pada anak. Seperti misalnya orang tua bermain gawai namun anak dilarang bermain gawai. Orang tua kurang menjaga amarah, maka sifat anak pun akan menjadi pemarah.
3. Orang tua menjalankan hak dan kewajiban semaksimal mungkin serta menyampaikan hak dan kewajiban anak secara fair agar dijalankan semaksimal mungkin pula.
4. Saling meminta maaf jika salah dan tidak gengsi untuk meminta maaf.
5. Saling memuji jika ada kebaikan. Jangan gengsi untuk memberi pujian.
6. Orangtua bersikap adil kepada semua anak.
7. Ciptakan suasana hangat agar anak lebih suka bercengkrama dengan keluarga dan merasa nyaman, jauh dari rasa hidup kesepian/kesendirian.
8. Sampaikan permasalahan keluarga jika dibutuhkan agar anak merasa terlibat dan mengerti kondisi keluarga yang sebenarnya. Diskusikan dengan anak untuk mencari jalan keluarnya.
9. Mendidik anak mandiri bukan berarti membiarkan mereka hidup sendiri. Dengan memberi perhatian kepada mereka maka mereka akan merasa bahwa kemandirian mereka berada dalam kasih sayang, lindungan dan doa keluarga.
10. Sholat dan berdoa bersama. Sampaikan dalam doa bersama tersebut harapan orang tua terhadap anak-anak dengan cara yang menyentuh. Karena doa adalah permohonan kepada Allah dari lubuk hati yang paling dalam, maka cara ini diharapkan dapat melunakkan hati anak.
11. Berikan tausiyah secara langsung ataupun tidak langsung melalui kiriman-kiriman tulisan di grup keluarga lalu membahasnya bersama-sama, mengenai birrul walidayn. Bahwa harta terindah orang tua adalah anak-anak salih yang selalu mendoakan orang tuanya sebagaimana indahnya kasih sayang orang tua dalam mendidik mereka.
Hadits-hadits ini bisa disampaikan dan dibahas bersama dengan menceritakan bagaimana orang tua berbakti kepada kakek nenek:
1. Bakti kepada orangtua sebagai amalan utama: “Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud ra, ia bertanya kepada Rasulullah, ‘Wahai Rasulullah, apakah amal paling utama?’ ‘Shalat pada waktunya,’ jawab Rasul. Ia bertanya lagi, ‘Lalu apa?’ ‘Lalu berbakti kepada kedua orang tua,’ jawabnya. Ia lalu bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ ‘Jihad di jalan Allah,’ jawabnya,” (HR Bukhari dan Muslim).
2. Bakti kepada orang tua merupakan jihad: “Dari sahabat Abdullah bin Amr bin Ash ra, seorang sahabat mendatangi Rasulullah saw lalu meminta izin untuk berjihad. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ ‘Masih,’ jawabnya. Rasulullah saw mengatakan, ‘Pada (perawatan) keduanya, berjihadlah,’” (HR Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
3. Membahagiakan orang tua: “Dari sahabat Abdullah bin Amr ra, ia bercerita, seorang sahabat mendatangi Rasulullah saw dan mengatakan, ‘Aku datang kepadamu untuk berbaiat hijrah dan kutinggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis. Rasul menjawab, ‘Pulanglah, buatlah keduanya tertawa sebagaimana kau membuat mereka menangis,’’” (HR Abu Dawud).
4. Surga di bawah kaki orang tua: “Dari Muawiyah bin Jahimah As-Sulami, Jahimah ra mendatangi Nabi Muhammad saw dan berkata, ‘Aku ingin berperang bersamamu dan aku datang untuk meminta petunjukmu.’ Rasul bertanya, ‘Apakah kamu mempunyai ibu?’ ‘Ya,’ jawabnya. ‘Lazimkanlah ibumu karena surga berada di bawah telapak kakinya,’” (HR An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).
5. Orang tua sebagai pintu surga: “Dari sahabat Abu Darda ra, seseorang mendatanginya dan berkata, ‘Aku mempunyai seorang istri, tetapi ibuku memintaku untuk menceraikannya.’ Abu Darda ra berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Jika mau, kau boleh menyia-nyiakan pintu tersebut atau kau boleh merawatnya,’’” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
6. Obat panjang umur dan tambah rezeki: “Dari sahabat Anas bin Malik ra, Rasulullah bersabda, ‘Siapa saja yang ingin dipanjangkan umurnya dan bertambah rezekinya, hendaklah ia berbakti kepada kedua orang tuanya dan menyambung silaturahim,’” (HR Ahmad).
7. Merawat orang tua sebagai jalan menuju surga: “Dari sahabat Abu Hurairah ra, ia mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Celakalah seseorang, celakalah, dan celakalah.’ Sahabat bertanya, ‘Siapa ya Rasul?’ Rasul menjawab, ‘Orang yang mendapati kedua orang tuanya menua baik salah satu maupun keduanya, lalu ia tidak masuk ke surga,’”(HR Muslim).
8. Ridha Allah bergantung pada restu orang tua: “Dari sahabat Abdullah bin Umar ra, dari Nabi Muhammad saw, ia bersabda, ‘Ridha Allah berada pada ridha kedua orang tua. Sedangkan murka-Nya berada pada murka keduanya,’” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim).
9. Jalan menghubungi kedua orang tua yang telah meninggal: “Dari sahabat Abu Burdah ra, ia bercerita, suatu hari ia mengunjungi Madinah. ‘Abdullah bin Umar menemuiku,’ kata Abu Burdah. ‘Tahukah kamu, mengapa aku menemuimu?’ ‘Tidak,’ jawab Abu Burdah. Abdullah bin Umar mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Siapa yang ingin menghubungi ayahnya di alam kuburnya, hendaklah ia menyambung persahabatan dengan teman ayahnya sepeninggalnya.’ Sungguh, antara ayahku Umar dan ayahmu terdapat hubungan persahabatan yang hangat. Kini aku ingin menyambungnya.” (HR Ibnu Hibban).
Wallahu a’lam.
*Disari dari berbagai sumber.