Kewajiban berpuasa dalam bulan Ramadhan memiliki makna pendidikan ‘ekonomi’ yang sangat tinggi. Berpuasa secara massif dan dilakukan secara berturut-turut selama satu bulan Ramadhan merupakan motivasi yang besar bagi kaum muslimin untuk tidak hanya membangun empati pada sesama yang tergolong dhu’afa’, namun menahan rasa lapar dan haus yang tidak dilakukan setiap hari, sesungguhnya akan dapat menjadi energy besar untuk berpikir, bekerja keras, menumbuhkan sikap ingin menolong orang lain, yakni dengan menumbuhkan keinginan untuk ingin menuntaskan kemiskinan, kemelaratan dan kesengsaraan yang terjadi pada orang lain. Karena boleh jadi ada segolongan manusia yang merasakan kondisi ketiadaan makanan yang siap disantapnya sebagai kondisi keseharian mereka dan terbiasa dalam hidupnya.
Agar kesadaran tersebut semakin tumbuh dan berkembang pada kaum muslimin, maka Ramadhan merupakan sarana melatih kepekaan ekonomi dan sosial. Mari kita perhatikan bagaimana ritme pembelajaran ini dibangun dalam madrasah Ramadhan oleh Allah Ta’ala, sungguh kesempatan yang sangat baik dan mendorong manusia untuk berbekal diri, bisa berbagi dan memberi kepada orang lain:
Pertama. Banyak hadits yang menggambarkan keteladanan manusia pilihan, Muhammad Saw sebagai manusia paling pemurah dalam Bulan Ramadhan, Ibnu Abbas ra bercerita bahwa “Rasulullah adalah orang yang paling dermawan, terlebih apabila memasuki Ramadhan. Di saat Jibril datang menemuinya, ia lebih cepat bermurah hati dalam berbuat kebaikan dibandingkan dengan tiupan angin.” (HR.Bukhari dan Muslim). Contoh sekaligus motivasi terus ditanamkan pada umatnya, agar menjadi sedekah sebagai bagian dari kegiatan yang perlu digiatkan dalam Bulan Suci ini,“Sebaik-baiknya sedekah yaitu sedekah di Bulan Ramadhan” (HR. Al Baihaqi, Al Khatib dan At Turmudzi).
Kedua. Mencukupkan diri hanya dua kali makan dalam sehari di Bulan Ramadhan. Dengan berbuka yang disegerakan dan bersahur yang diakhirkan, keduanya merupakan bagian dari ibadah tersendiri dalam Bulan Ramadhan. Di sisi lain ada nilai pembelajaran, yakni hadirnya rasa kebersamaan, senasib, sepenanggungan dan menumbuhkan jiwa gotong royong, terutama saat menjelang waktu berbuka puasa. Sehingga saat berbuka tiba menjadi waktu yang dinantikan oleh seluruh Ash-Shoimun. Diantara shodaqoh yang dianjurkan adalah memberikan ifthar kepada orang-orang yang berpuasa “Barangsiapa memberi ifthar kepada orang-orang yang berpuasa, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut” (HR. Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah)
Ketiga. Orang-orang sholih terdahulu menjadikan Ramadhan sebagai Bulan Ibadah, Bulan Membaca Al Qur’an dan Bulan Qiyamullail. Gambaran siang hari mereka dipenuhi dengan ibadah puasa, tilawah Al Qur’an dan bersedekah. Malam hari mereka dihabiskan di atas sajadah, sholat tarawih dan tahajjud. Terlihat sekali persiapan finansial mereka yang sangat baik untuk menikmati Ramadhan sebagai bulan penuh ibadah.
Keempat. I’tikaf di masjid adalah pemandangan yang memenuhi 10 hari terakhir Ramadhan. Bahkan mereka benar-benar menghabiskan hari-hari mereka dengan beribadah kepada Allah Ta’ala. Karena dalam benak mereka telah tertanam pemikiran dan pemahaman yang kuat akan pentingnya mendulang pahala saat Ramadhan tiba. Berduyun-duyun memenuhi masjid untuk beri’tikaf dan mendapatkan pahala beribadah di malam lailatul qadr yang disamakan dengan beribadah 1000 bulan penuh. Dan itu semua untuk persiapan hari akhiratnya kelak.
Kelima. Ibadah puasa dalam Ramadhan ini, Allah Swt akhiri dengan kewajiban membayar zakat fitrah yang wajib diberikan sebelum sholat idul fitri ditegakkan. Artinya hal ini merupakan ikatan ibadah yang mesti dilakukan berturut-turut sekaligus merupakan kewajiban yang terintegrasi, dengan esensi tujuan agar kaum muslimin bisa menapak tilas Sunnah Rasulullah Saw, yakni menumbuh-kembangkan jiwa wirausaha, membuka lapangan kerja dan memberikan kesempatan mereka yang papa untuk mendapatkan pekerjaan dan bisa menafkahi keluarga, berarti bisa menuntaskan problematika ekonomi dan memperkecil jumlah mustadh’afin.
Banyak sekali ibadah dalam bulan Ramadhan yang menuntut pengorbanan dan terpenuhinya harta. Memberi ifthor, berderma, konsentrasi beribadah, beri’tikaf, berzakat dan ibadah lainnya membutuhkan kecukupan maliyah. Betapa contoh nyata dari 10 orang yang dijamin masuk surga, 9 dari mereka adalah para pengusaha sukses dan dermawan. Karena dakwah di zaman Rasulullah Saw dapat berjalan dan berkembang dengan dukungan dana yang besar dari isterinya Khadijah ra, Abu Bakar ra, Umar ra, Utsman ra, Abdurrahman bin Auf dan sahabat lainnya. Melalui Ramadhan ini, Islam mendorong kaum muslimin agar mengelola usaha menjadi besar dan mampu mendukung ibadah.
Ketika tujuan akhir dari ibadah puasa tersebut, ‘la’allakum tattaquun’, yakni terus menerus meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sebagai ruh dalam mengembangkan usaha dan meningkatkan penghasilan. Karena diantara ciri ketaqwaan pada seseorang, ketika ia berinfaq dalam kondisi lapang maupun sempit (QS.Ali Imran : 133-134)
Persaudaraan Muslimah (Salimah) sebagai ormas perempuan yang peduli terhadap peningkatan kualitas perempuan, anak dan keluarga Indonesia, hingga lima tahun kerja ke depan akan terus berupaya menghadirkan 1500 pengusaha dan turut membuka peluang kerja bagi 30.000 pengangguran. Selamat menjalankan ibadah puasa dalam Bulan Ramadhan ini. Semoga Ramadhan 1436 Hijriyah menjadi penyemangat bagi seluruh Pengurus Salimah yang tersebar di 33 Provinsi, 346 Kota dan Kabupaten, 1.183 Kecamatan, 285 Kelurahan di seluruh Indonesia, untuk terus giat belajar, memperbaiki kerja dan kinerja dalam memberikan manfaat dan kebaikan kepada masyarakat. Mengokohkan organisasi ini dengan membuka kesempatan kerja bagi para pengurus dan anggota, mengembangkan usaha organisasi, seperti PT.Salimah Prima Cita (PT.SPC), Koperasi Syari’ah Serba Usaha Muslimah (KOSSUMA), Koperasi Jasa Keuangan Salimah (KJKS) dan usaha lainnya.
Siti Faizah
Ketua Umum Salimah